Mataram (ANTARA) - Hakim Mahkamah Agung menolak kasasi terdakwa Zaenudin dan jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil penipuan seorang investor untuk kawasan wisata di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

"Jadi, petikan putusan kasasi sudah kami terima dari pengadilan. Kasasi kami dan terdakwa ditolak," kata Feddy Hantyo Nugroho, JPU dari Kejati NTB di Mataram, Rabu.

Dengan demikian, kata Feddy, putusan yang digunakan dalam perkara ini akan merujuk pada hasil putusan hakim banding pada Pengadilan Tinggi NTB.

"Yang digunakan sebagai rujukan pastinya putusan banding," ujarnya.

Dalam putusan banding, hakim memvonis terdakwa Zaenudin dengan pidana penjara 4 tahun. Putusan tersebut lebih ringan daripada putusan Pengadilan Negeri Mataram.

Namun, dalam putusan banding, jaksa menaruh perhatian perihal barang bukti aset dikembalikan kepada orang tempat penyitaan atau terdakwa Zaenudin.

Berbeda dengan putusan pada pengadilan tingkat pertama yang menjatuhkan Zaenudin 10 tahun penjara. Hakim meminta barang bukti dikembalikan kepada korban Andry Setiadi Karyadi.

"Pertimbangan itu yang menjadi masalah. Seharusnya 'kan aset itu harus kembali kepada korban (Andry) bukan kepada terdakwa," ucapnya.

Dengan demikian, jaksa kini sedang mengatur langkah lebih lanjut. Ada rencana pihaknya mengajukan upaya hukum luar biasa atau peninjauan kembali (PK).

"Untuk itu, kami masih tunggu salinan putusan. Dari situ, nanti kami akan lihat dahulu apa yang jadi pertimbangan kasasi ditolak," kata Feddy.

Perkara TPPU Zaenudin ini merupakan tindak lanjut dari tindak pidana umum terkait dengan penipuan dan penggelapan jual beli lahan di kawasan wisata Pandanan, Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.

Dalam kasus pidana umum tersebut, Zaenudin terbukti menipu dan menggelapkan uang hasil penjualan pembelian lahan dari Andry Setiadi Karyadi. Zaenudin divonis 3,5 tahun penjara.

Korban dalam kasus ini adalah seorang investor asal Jawa Timur, Andre Setiadi Karyadi. Zaenudin sebelumnya menjanjikannya investasi lahan di Pandanan dan Meang, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat; dan di kawasan Pantai Surga, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur. Total luasnya 8 hektare dengan nilai mencapai Rp18 miliar.

Namun, ternyata janji itu hanya sebatas omongan belaka. Meskipun uang telah diberikan tunai, sertifikat untuk lahan yang dijanjikan tak kunjung datang. Investor pun merasa termakan dengan tipu muslihat Zaenudin.

Bahkan, akibat ulahnya, si investor yang bekerja sebagai tukang cuci piring di Amerika itu kini tidak bisa kembali ke Indonesia sebelum utang pajaknya lunas terbayar.

Oleh karena itu, investor melaporkan perbuatan Zaenudin ke Polda NTB. Dari penelusuran polisi, tersangka akhirnya terungkap menyamarkan uang hasil penipuan jual beli tanah senilai Rp16,3 miliar melalui istrinya.

Dasar itu yang kemudian menjadikan Zaenudin sebagai tersangka. Dia diduga melanggar Pasal 3 juncto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam pengembangan, penyidik kepolisian menemukan uang milik investor tersebut telah berubah menjadi aset tanah di sejumlah kawasan wisata di Pulau Lombok. Aset tersebut mengatasnamakan RO, istri dari Zaenudin.

Aset itu sudah dalam bentuk sertifikat, ada yang sudah berbentuk sertifikat hak milik (SHM) dan juga yang masih sporadik. Jumlahnya mencapai belasan petak lahan. Seluruhnya disita pihak kepolisian.

Sebagai tersangka tambahan, RO juga disangkakan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 10 UU No. 8/2010.

Baca juga: KPK kaji putusan kasasi Samin Tan
Baca juga: Kejari Jaktim ajukan kasasi atas putusan untuk terdakwa kasus Asabri

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022