Bangkok (ANTARA) - Militer yang berkuasa di Myanmar membela diri atas eksekusi yang dilakukannya pada empat aktivis demokrasi sebagai "keadilan bagi rakyat" dan menepis kecaman internasional, termasuk dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

Militer telah mengumumkan eksekusi terhadap anggota parlemen Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Phyo Zeya Thaw, serta aktivis terkemuka Kyaw Min Yu, Thura Zaw, dan Hla Myo karena dianggap membantu "aksi teror".

Juru bicara junta Zaw Min Tun mengatakan para aktivis itu sudah diberi kesempatan menjalani proses hukum. Ia bersikeras bahwa keempat orang tersebut bukanlah aktivis demokrasi tetapi para pembunuh yang pantas dihukum.

"Ini adalah keadilan bagi rakyat. Para penjahat ini diberi kesempatan untuk membela diri," kata Zaw Min Tun dalam jumpa pers rutin yang disiarkan televisi, Selasa.

"Saya tahu itu (eksekusi) akan menimbulkan kritik tetapi itu dilakukan untuk keadilan. Ini bukan masalah pribadi," ujar dia, menambahkan.

Berita tentang eksekusi tersebut memicu kemarahan internasional, termasuk dari Amerika Serikat, Inggris, Australia, Uni Eropa, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menuding junta Myanmar melakukan kekejaman.

ASEAN merilis teguran keras terhadap militer Myanmar, dengan menyebut eksekusi itu sebagai tindakan "sangat tercela" dan merusak upaya regional untuk mengurangi peningkatan krisis.

Tidak jelas bagaimana eksekusi dilakukan dan kapan dilakukan. Anggota keluarga para tahanan politik yang dihukum itu mengatakan pada Senin (25/7) bahwa mereka sebelumnya tidak diberi tahu tentang eksekusi tersebut.

Para keluarga juga tidak diizinkan untuk mengambil jenazah para tahanan.

Juru bicara Junta Zaw Min Tun mengatakan penyerahan mayat adalah kewenangan kepala penjara.

Keempat aktivis yang dieksekusi termasuk di antara lebih dari 100 orang, yang menurut para aktivis telah dijatuhi hukuman mati dalam persidangan rahasia oleh pengadilan militer sejak kudeta 1 Februari 2021.

Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan bahwa negaranya memandang eksekusi sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dia juga menuduh junta mengolok-olok rencana perdamaian ASEAN dan mengatakan Myanmar harus dilarang mengirim perwakilan politik ke pertemuan tingkat menteri internasional.

"Kami berharap kami telah melihat eksekusi terakhir. Kami akan mencoba menggunakan saluran apa pun yang kami bisa untuk memastikan ini tidak akan terjadi lagi," kata Saifuddin.

Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Myanmar Tom Andrews mengatakan dia khawatir eksekusi terhadap lawan junta tidak akan dilakukan sekali saja.

"Ada indikasi bahwa junta militer bermaksud untuk terus melakukan eksekusi terpidana mati, ketika terus mengebom desa-desa dan menahan orang-orang yang tidak bersalah di seluruh negeri," kata Andrews dalam sebuah wawancara, Senin.

Di kota terbesar Myanmar, Yangon, keamanan diperketat di penjara tempat empat orang yang dieksekusi itu ditahan, kata sebuah kelompok pembela hak asasi manusia pada Selasa.

Dua sumber mengatakan kepada Reuters bahwa protes muncul di penjara. Portal berita Myanmar Now mengatakan beberapa narapidana telah diserang oleh otoritas penjara dan dipisahkan dari tahanan-tahanan lainnya.

Pemerintah bayangan Myanmar (NUG), yang disebut junta sebagai "teroris", mendesak masyarakat untuk bertindak secara terkoordinasi terhadap junta.

NUG menyebut mereka yang dieksekusi "mati syahid karena komitmen mereka terhadap Myanmar yang bebas dan demokratis".


Sumber: Reuters

Baca juga: ASEAN sebut eksekusi mati aktivis Myanmar "sangat tercela"

Baca juga: PBB serukan sanksi terhadap junta Myanmar setelah eksekusi aktivis

Pengunjuk rasa Myanmar kuyup oleh tembakan meriam air

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2022