Empat hal ini menyebabkan ada risiko stagflasi, empat isu ini membuat dinamika ekonomi global menjadi sedikit berubah....
Jakarta (ANTARA) - Kepala Grup Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Wira Kusuma mengatakan pandemi COVID-19, ketegangan geopolitik berkepanjangan, proteksionisme hingga gangguan rantai pasok menjadi penyebab risiko stagflasi dunia.
“Empat hal ini menyebabkan ada risiko stagflasi, empat isu ini membuat dinamika ekonomi global menjadi sedikit berubah,” ujarnya dalam diskusi FMB9 yang disaksikan secara daring, Senin.
Wira menjelaskan bahwa saat ini sudah ada perbaikan COVID-19 melalui penanganan yang sangat baik di seluruh dunia. Namun, masih ada risiko yang berlanjut dengan munculnya beberapa varian meskipun tidak seberat varian-varian sebelumnya.
Baca juga: BI pangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global jadi hanya 2,9 persen
Kedua, ketegangan geopolitik yang masih berkepanjangan dan di luar perkiraan turut memberi goncangan pada perekonomian global.
Lalu munculnya tren proteksionisme yang dilakukan negara-negara untuk mengamankan pasokan global serta gangguan rantai pasokan atau supply chain disruption berdampak pada PDB dunia yang saat ini perlahan menurun.
“Kemudian harga-harga komoditas global juga meningkat dengan adanya proteksionisme dan supply chain disruption menyebabkan inflasi global meningkat,” katanya.
Empat faktor tersebut membuat perekonomian global mengalami tekanan. Risiko stagflasi meningkat disertai dengan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Berbagai negara terutama di advance ekonomi seperti Amerika Serikat, merespons peningkatan inflasi tersebut dengan pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga menahan pemulihan ekonomi dan meningkatkan risiko stagflasi.
BI bahkan memprediksi Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin pada Juli 2022. Begitu juga dengan Bank Dunia yang merevisi pertumbuhan ekonomi dunia turun menjadi 2,9 persen dari yang sebelumnya 3,2 persen.
Kendati terdapat gejolak dalam perekonomian global, Bank Indonesia yakin perbaikan ekonomi domestik akan terus berlanjut. Pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan berada dalam kisaran 4,5-3,3 persen. Optimisme tersebut didukung oleh komponen-komponen dari PDB seperti konsumsi rumah tangga yang mulai meningkat mencapai 4,34 persen pada triwulan 1, setelah sebelumnya berada pada 3,55 persen.
Baca juga: Ketua OJK harap kondisi domestik bisa hindari RI dari risiko stagflasi
“Sementara kita lihat ekspor nonmigas juga masih tinggi ya sampai saat ini. Nah kita masuk ke neraca pembayaran, current account deficit juga surplus,” tuturnya.
Begitu juga dengan inflasi, meskipun tercatat tinggi pada Juni 2022 di level 4,35 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi bulan sebelumnya 3,55 persen (yoy), namun inflasi inti tetap terjaga sebesar 2,63 persen (yoy).
“Nah inilah yang menyebabkan dasar dari respons kebijakan. Proyeksi PDB Indonesia ini improving terus ya di 2022 ini kita proyeksikan 4,5- 5,3 persen,” ucap Wira.
Selain itu Bank Indonesia juga memproyeksikan defisit transaksi berjalan berkisar minus 0,5 hingga 3 persen yang menandakan resiliensi di sektor eksternal masih baik. Kemudian proyeksi kredit diantara 9-11 persen yang menandakan pertumbuhan aktivitas ekonomi meningkat.
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022