Permintaan yang melambung setelah pandemi dan terisolasinya daya beli konsumen Indonesia terhadap guncangan harga energi di tingkat global diperkirakan menopang pertumbuhan pada paruh kedua tahun iniJakarta (ANTARA) -
"Permintaan yang melambung setelah pandemi dan terisolasinya daya beli konsumen Indonesia terhadap guncangan harga energi di tingkat global diperkirakan menopang pertumbuhan pada paruh kedua tahun ini," kata Ekonom Senior Standard Chartered Bank Indonesia Aldian Taloputra dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Dirinya mengharapkan pemulihan yang lebih meluas di semester kedua, khususnya dalam sektor perdagangan, transportasi, manufaktur, dan jasa, yang seiring dengan perbaikan mobilitas dan aktivitas ekonomi.
Harga komoditas kemungkinan akan tetap tinggi di semester kedua, yang tidak hanya berdampak positif bagi perekonomian Indonesia khususnya industri pertambangan dan pengolahan komoditas, tetapi juga memberikan ruang kebijakan untuk mendukung pertumbuhan.
Aldian mengungkapkan ruang kebijakan tersebut terjadi melalui pendapatan fiskal yang lebih tinggi dan mengurangi dampak ketidakseimbangan eksternal, serta berujung pada nilai tukar rupiah yang lebih stabil.
Di sisi lain, Bank Indonesia diyakini akan bersifat lebih moderat dalam mengelola suku bunga bank sentral dan kemungkinan akan terdapat kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) baik pada periode triwulan III-2022 maupun triwulan I-2023, sebelum menaikkannya menjadi empat persen pada akhir tahun 2023.
“Pasar mengharapkan adanya kenaikan 125 bps pada akhir tahun 2023," ucap dia.
Ia menjelaskan proyeksi yang berada di bawah konsensus tersebut mencerminkan pandangan bahwa inflasi akan tetap terkendali di tengah meningkatnya subsidi, momentum perlambatan kenaikan bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) di triwulan IV-2022 karena peningkatan risiko pertumbuhan ekonomi, dan rupiah akan tetap stabil didukung keseimbangan eksternal.
Dalam melihat perekonomian global, Standard Chartered menurunkan proyeksi pertumbuhan tahun ini dari 3,4 persen menjadi tiga persen, karena risiko resesi di AS dan Eropa serta arah gerak inflasi yang tinggi. Selain itu, perkiraan pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 juga diturunkan dari 3,4 persen menjadi 2,9 persen.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyampaikan untuk melanjutkan pemulihan ekonomi, kebijakan fiskal di tahun 2023 akan difokuskan pada peningkatan produktivitas untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Baca juga: BI perkirakan pertumbuhan ekonomi RI bias ke bawah 4,9 persen di 2022
Baca juga: Yellen sebut ekonomi AS melambat, resesi bisa tak terhindarkan
Baca juga: BI pertahankan suku bunga 3,5 persen karena inflasi inti masih terjaga
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022