"Mayoritas kan sekarang pemilih muda hampir 60 persen. Tingkat kepercayaan, tingkat kemauan datang ke TPS (tempat pemungutan suara) tinggi, dan inilah yang harus dijaga oleh partai politik maupun oleh penyelenggara pemilu," kata Ray Rangkuti saat dihubungi ANTARA melalui sambungan telepon di Jakarta, Jumat.
Dia berharap partai politik tidak melunturkan semangat para pemilih muda dan penyelenggara pemilu harus memastikan penyelenggaraannya maksimal supaya tidak menghilangkan kepercayaan mereka.
Untuk meraih simpati para pemilih muda, lanjutnya, sosialisasi penting dilakukan tidak hanya dari partai politik, tapi juga dari pemerintah dan penyelenggara pemilu. Selain itu, isu politik identitas juga harus dicegah sedini mungkin.
"Merekalah yang harus betul-betul melakukan sosialisasi terhadap pemilih kita. Nah, masalahnya kan parpol-nya bukan sosialisasi pemilih cerdas, yang mereka lakukan justru bagi-bagi minyak goreng sambil minta dipilih, bukan sosialisasi supaya tidak politik identitas," tuturnya.
Baca juga: Ketua KPU RI optimistis partisipasi pemilih pada Pemilu 2024 meningkat
Ray mengatakan stigma politik identitas yang sering dilakukan ialah menggunakan agama untuk menyerang orang lain, dimana isu Islamofobia menjadi tantangan yang bisa hadir dalam Pemilu 2024.
"Baik Islamofobia maupun yang Islam politik itu harus dicegah," tegasnya.
Dia berharap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak lepas tangan terhadap pengaduan yang dilaporkan masyarakat, khususnya pemilih muda, karena itu bisa menjadi tolok ukur kepercayaan pemilih terhadap kinerja dan kecakapan penyelenggara pemilu.
"Harus diimbangi pengharapan dan penghargaan terhadap mereka. Jadi Bawaslu jangan lepas tangan, orang lapor jika memang laporannya tidak memenuhi syarat, harus tetap dihargai dan diproses, bukan kemudian dibiarkan dan akhirnya laporan tersebut jadi bahan perundungan orang lain," ujarnya.
Baca juga: DEEP: Perlu dibentuk badan peradilan khusus ciptakan keadilan pemilu
Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022