Puncak Peringatan Hari Anak Nasional 2022 akan dilakukan secara hibrida dari Taman Teijsmann, Kebun Raya Bogor, Sabtu (23/7/2022). Tema yang diusung adalah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” menyuratkan arti penting pelindungan anak untuk mewujudkan kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Namun, di balik perayaan dan peringatan yang meriah itu, sejumlah kasus kekerasan masih mengancam anak-anak Indonesia. Kekerasan fisik, psikis, bahkan kekerasan seksual masih terjadi pada anak dan menjadi pemberitaan di media massa.
Awal Juli, media massa dan media sosial diramaikan dengan pemberitaan yang terjadi terhadap belasan santri di pondok pesantren. Tidak hanya satu pondok pesantren yang diberitakan menjadi lokasi kekerasan seksual, tetapi ada dua. Satu pondok pesantren berada di Jombang dan satu lagi berada di Depok.
Kekerasan seksual di sebuah pondok pesantren di Jombang terhadap belasan santriwati dilakukan oleh seorang ustadz yang juga anak dari pemimpin pondok pesantren tersebut.
Kasus kekerasan di pondok pesantren tersebut sebenarnya sudah mengemuka sejak 2018, tetapi baru Juli 2022 terduga pelaku ditangkap polisi setelah sebelumnya dinyatakan sebagai daftar pencarian orang (DPO).
Sedangkan kekerasan seksual di sebuah pondok pesantren di Depok melibatkan tiga ustadz dan seorang santri senior yang menjadi terduga pelaku. Keempat orang tersebut sudah ditangkap polisi dan menjadi tersangka atas dugaan kekerasan seksual terhadap 11 santriwati.
Beberapa hari sebelum Hari Anak Nasional, media massa dan media sosial kembali diramaikan dengan kasus kekerasan terhadap anak di Tasikmalaya. Yang terjadi kali ini adalah kekerasan fisik dan psikis yang menyebabkan korban depresi hingga akhirnya meninggal.
Korban yang masih berusia 11 tahun dan duduk di bangku kelas 6 SD menjadi korban perundungan dan pemukulan oleh temannya. Salah satu kejadian, saat korban dipaksa untuk melakukan penyiksaan secara seksual kepada kucing, sempat divideokan oleh pelaku.
Akibat kekerasan fisik, psikis, dan juga seksual yang dilakukan teman-temannya, korban menjadi depresi dan akhirnya kesehatannya menurun karena enggan makan dan minum. Korban meninggal dunia setelah dibawa ke RSUD Tasikmalaya.
Kekerasan terhadap anak merupakan kejadian yang memprihatinkan baik secara statistik maupun realitas. Kekerasan fisik, psikis, dan seksual dapat terjadi pada semua anak, baik laki-laki maupun perempuan.
Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menemukan tiga dari 10 anak laki-laki dan empat dari 10 anak perempuan berusia 13 tahun hingga 14 tahun pernah mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk sepanjang hidupnya.
Data SNPHAR 2021 juga menyebutkan bahwa pelaku kekerasan terhadap anak dalam berbagai bentuk didominasi oleh teman sebaya. Itu menunjukkan bahwa selain menjadi korban, anak juga menjadi pelaku kekerasan.
Baca juga: Sosiolog: Cegah perundungan dengan memperkuat peran keluarga
Baca juga: KPPPA: Penanganan kasus perundungan berujung maut harus beri keadilan
Baca juga: LPSK khawatir banyak korban asusila alami perisakan
Cegah kekerasan
Orang tua, masyarakat, lembaga masyarakat, dan pemerintah harus melakukan upaya maksimal untuk mencegah anak menjadi korban dan pelaku kekerasan.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak. Perlu peran serta orang tua dan masyarakat untuk terlibat dalam upaya yang ditetapkan dalam strategi nasional itu.
Orang tua perlu memantau dan memperhatikan tumbuh kembang anak, termasuk bila melihat terjadi sesuatu yang tidak biasa pada anaknya.
Orang tua perlu curiga dan mencari tahu, bila anak yang biasanya riang tiba-tiba terlihat pendiam dan murung. Bisa jadi anak mengalami perundungan atau bahkan kekerasan dari teman atau orang lain.
Orang tua juga harus memastikan anaknya tidak tumbuh dan berkembang menjadi perundung apalagi pelaku kekerasan. Jangan anggap perilaku perundungan dan kekerasan yang muncul pada anak sebagai kenakalan anak dan suatu hal yang biasa.
Orang tua perlu memastikan anak mendapat informasi yang ramah dan layak anak dari media. Banyak konten di media, terutama media sosial yang tidak ramah dan layak anak misalnya yang mengandung unsur pornografi, kekerasan, dan perundungan.
Media sosial adalah platform teknologi untuk berbagai gagasan, pemikiran dan informasi dengan komunitas virtual melalui jaringan internet. Sebagai platform untuk berbagi, siapa pun dapat membuat dan membagikan konten di media sosial.
Keberadaan media sosial telah mengubah pola konsumsi informasi masyarakat, termasuk anak-anak. Berbeda dengan konten di media massa konvensional yang terikat pada aturan dan etika jurnalistik, konten di media sosial relatif lebih bebas dan menjadi kurang beretika.
Anak cenderung meniru apa yang dia lihat. Bila informasi yang dikonsumsi di media tidak ramah dan layak anak, mereka akan cenderung meniru dan melakukan apa yang mereka baca, lihat, dan tonton di media sosial.
Berbagai penelitian di bidang psikologi menemukan bahwa anak yang terbiasa menonton dan mendapatkan informasi tentang pornografi dan kekerasan akan memiliki kecenderungan menjadi pribadi yang agresif dan pada akhirnya menjadi pelaku kekerasan dan perundungan.
Tentu saja permasalahan seperti ini harus diatasi bersama. Karena itu, Peringatan Hari Anak Nasional 2022 harus menjadi momentum pengingat bagi seluruh elemen masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam melindungi anak-anak Indonesia dan mencegah mereka menjadi korban dan pelaku kekerasan.
Dengan begitu, tema Peringatan Hari Anak Nasional 2022 dapat terwujud, yaitu “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”.
Baca juga: Komnas Perempuan paparkan enam cara mencegah kekerasan daring
Baca juga: Akademisi UWM: Orangtua perlu antisipasi perundungan anak di medsos
Baca juga: Akademisi: Masyarakat harus laporkan pelaku kejahatan digital medsos
*) Dewanto Samodro adalah dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta
Copyright © ANTARA 2022