Jakarta (ANTARA) - Sidang lanjutan kasus penggelapan dana PT Surya Rezeki Timber Utama dengan agenda putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis, kembali ditunda karena terdakwa mangkir.

Jaksa Penuntut Umum, Handri Dwi Zulianto menjelaskan, terdakwa atas nama Muhammad Alwi itu tidak dapat hadir dalam persidangan karena alasan sakit.

"Kemarin kita sudah melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap M Alwi dan hasil sementara dari RS Adhiyaksa ada gangguan bicara, tetapi itu masih harus dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk disimpulkan apakah ada kepura-puraan atau tidak," kata Handri Dwi Zulianto di PN Jakarta Timur, Jakarta, Kamis.

Handri menambahkan, majelis hakim memberikan satu kali lagi kesempatan kepada jaksa untuk menghadirkan terdakwa Muhammad Alwi ke ruang sidang.

"Tadi disampaikan oleh hakim, kami diberikan kesempatan sekali lagi ketika memang tidak bisa dihadirkan karena memang sakit atau bagaimana sidang akan dilanjutkan terdakwa Junaidi Hassan," ujar Handri.

Baca juga: Jaksa tuntut enam tahun penjara terhadap pengacara Alvin Lim

Shaddan Sitorus selaku kuasa hukum korban atas nama Ali Surjadi yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Surya Rezeki Timber Utama mengaku kecewa dengan sikap jaksa.

"Jadi memang sangat patut dipertanyakan dan patut diduga integritas persidangan hari ini," ujar Shaddan.

Shaddan mengaku bahwa pihaknya memiliki bukti yang menunjukkan terdakwa Muhammad Alwi dalam kondisi sehat sehingga dianggap mampu menghadiri persidangan.

"Terdakwa hadir cuma sekali, sampai sekarang enggak hadir lagi. Datang ketika pembacaan dakwaan saja," tutur Shaddan.

Shaddan menjelaskan, perkara ini bermula pada sekitar tahun 2018, ketika kedua terdakwa yang merupakan kakak-beradik ini menawarkan diri kepada korban Ali Surjadi untuk membantu mengurus perusahaan PT Surya Rezeki Timber Utama.

Oleh korban, kedua terdakwa kemudian ditunjuk untuk mengurus seluruh kegiatan operasional perusahaan.

Baca juga: PN Jaksel lanjutkan kasus penggelapan libatkan pasutri

Setelah dipercaya untuk mengurus perusahaan tersebut, kedua terdakwa mengubah sistem administrasi perusahaan dari yang otomatis menjadi manual.

Pada Februari 2019, di dalam laporan pertanggungjawabannya, M. Alwi dan Junaidi Hassan melaporkan kepada korban bahwa keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan adalah sebesar Rp900 juta rupiah.

Mendapatkan laporan tersebut, korban Ali Surjadi yang curiga kemudian melakukan audit dengan menggunakan jasa auditor independen, dengan hasil audit yang menunjukkan adanya indikasi kerugian Rp10,6 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh M Alwi maupun Junaidi Hassan.

Korban Ali Surjadi kemudian melaporkan M. Alwi dan Junaidi Hassan ke Polres Metro Jakarta Timur dengan dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan 374 KUHP dan Pasal Penggelapan 372 KUHP serta pasal penipuan 378 KUHP dengan Nomor LP : LP/1517/K/VIII/2020/Res.

Kasus itu kemudian naik ke tahap persidangan dengan nomor perkara : 300/Pid.B/2022/PN Jkt.Tim.
Baca juga: Pelaku penggelapan motor di Tambora Jakbar lompat dari flyover

Pewarta: Yogi Rachman
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2022