Pelaku terorisme memiliki pemahaman yang sempit tentang istilah tagut.

Bandung (ANTARA) - Terdakwa kasus ceramah hoaks Bahar Smith mengaku tetap meminta jemaah mencintai Tanah Air atau Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam ceramahnya di Bandung yang berujung ke pengadilan.

Meski berceramah dan menyerukan jemaah untuk melawan kezaliman, Bahar Smith merasa mereka tidak akan terprovokasi karena sebelumnya telah menanamkan pada jemaahnya untuk mencintai NKRI.

"Saya meletakkan di hati mereka untuk cinta tanah air. Cinta tanah air adalah sebagian dari pada iman. Maka, barang siapa yang tidak punya cinta tanah air, tidak beriman. Jadi, itu penguatan kembali, NKRI dan UUD itu harga mati," kata Bahar di PN Bandung, Jawa Barat, Kamis.

Menurut dia, Indonesia merupakan negara konstitusi yang menjamin kebebasan menyampaikan aspirasi dengan demo atau aksi untuk menasihati pemerintahan. Namun, jika ada kebijakan pemerintah yang bagus, menurut dia, juga jangan terlupakan.

"Dari situ mereka bisa paham, berarti kita melawan kezaliman. Akan tetapi, kalau tidak ada kezaliman, ya, tidak perlu," kata Bahar.

Bahar pun menganggap sejauh ini ceramahnya yang berujung duduk di kursi pesakitan itu tidak menyebabkan jemaah terprovokasi.

Terdakwa lantas mencontohkan jemaah bakal terprovokasi jika dirinya memimpin langsung sebuah pergerakan. Seperti kasus Priok (makam Mbah Priok), semua terprovokasi, misalnya dia yang memimpin.

"Seperti kasus Ahmadiyah, saya memimpin langsung. Itu semua jemaah enggak perlu saya suruh. Ketika saya memimpin, semuanya langsung maju," kata Bahar.
Bahar mengaku selalu mengutuk perbuatan terorisme yang tidak sepaham dengan dirinya.

Ia menilai pelaku terorisme memiliki pemahaman yang sempit tentang istilah tagut.
"Saya pernah debat dengan Abu Bakar Ba'asyir (eks narapidana terorisme), saya debat tentang tagut ketika saya berceramah tentang NKRI," katanya.

Baca juga: Fadli Zon jadi saksi sidang kasus hoaks Bahar Smith
Baca juga: Jaksa hadirkan Ketua NU Cirebon di sidang hoaks Bahar Smith

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022