Surabaya (ANTARA News) - Pembuat dan penentu kebijakan di Polri perlu melakukan koreksi terhadap sistem dan pola penanganan aksi demonstrasi massal dengan lebih mengedepankan keselamatan baik aparat maupun massa demonstran. "Yang perlu dikoreksi itu pimpinan dan penentu kebijakan, kasihan kalau sampai ada korban seperti di Papua, masak massa yang sudah sedemikian brutal seperti itu cuma dilawan dengan pentung dan tameng," kata analis demonstrasi massa yang juga dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian ( PTIK), Kombes Pol Bachrul Effendi yang dihubungi ANTARA melalui telepon selulernya dari Surabaya, Jumat. Dia mengemukakan hal itu saat dimintai pendapatnya soal bentrokan massa dan aparat di Kampus Universitas Cendrawasih ( UNCEN) Abepura, Jayapura, menyebabkan tiga anggota Polri dan satu personel TNI-AU tewas. Massa yang tergabung dalam organisasi Front Pembebasan Masyarakat Papua Barat, Kamis (16/3) bentrok dengan polisi, saat polisi berupaya membuka blokade jalan yang dibuat oleh massa demonstran sejak dua hari silam. Dalam peristiwa itu 19 polisi mengalami luka-luka dan demikian juga sejumlah massa pendemo, mereka memprotes aktivitas perusahaan tambang Internasional PT Freeport Indonesia beroperasi. Tiga polisi tewas setelah massa mengeroyoknya dan menyerang petugas dengan lemparan batu. Bachrul Effendi mengaku sangat prihatin dengan kejadian tersebut dan minta agar pembuat kebijakan mengubah pola pengamanan aksi demonstrasi dengan melengkapi aparat dengan peralatan yang mampu menjamin keselamatan jiwa personel polisi saat dalam mengamankan aksi seperti itu. Dia menilai sangat kasihan dengan timbulnya korban jiwa di kalangan anggota Polri, melihat kondisi massa yang telah brutal justru anggota Polri yang bertugas hanya dibekali petung dan tameng saja. "Kasihan sekali melihat anggota Polri yang menjadi korban dalam peristiwa itu, sudah seharusnya pembuat kebijakan mengubah pola pengamanan," tegasnya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006