korban yang terluka menunggu pertolongan lebih dari satu jam, dan si penyerang terus menembakkan senjatanya secara sporadis
Texas (ANTARA) - Penyelidikan DPR Texas tentang penembakan massal yang menewaskan 21 orang di sebuah sekolah dasar di Uvalde menemukan bahwa "kegagalan sistemik" dan kepemimpinan yang buruk berperan pada banyaknya korban.
Dalam laporan 77 halaman, komite penyelidikan DPR Texas mempertanyakan kenapa diperlukan waktu lebih dari satu jam bagi polisi dan petugas keamanan lainnya untuk menyerbu dan melumpuhkan seorang penembak berusia 18 tahun di SD Robb pada 24 Mei.
Kesimpulannya, kata laporan itu, para penegak hukum yang datang ke lokasi kejadian "gagal menerapkan latihan menembak mereka, dan mereka gagal memprioritaskan keselamatan korban ketimbang keselamatan mereka sendiri".
Laporan itu juga mengatakan 376 penegak hukum mengepung sekolah itu dalam suasana kacau balau yang ditandai oleh tidak adanya kepemimpinan yang jelas dan tindakan darurat yang cukup.
Baca juga: Perempuan Texas tewas tertembak oleh polisi
"Selain si penyerang, Komite tidak menemukan adanya 'penjahat' lain dalam penyelidikan," tulis laporan itu.
"Sebaliknya, kami menemukan kegagalan sistemik dan pengambilan keputusan yang buruk dan mengerikan."
Tidak adanya kepemimpinan, kata laporan itu, telah berkontribusi pada hilangnya nyawa para korban.
"...korban yang terluka menunggu pertolongan lebih dari satu jam, dan si penyerang terus menembakkan senjatanya secara sporadis."
Wali Kota Uvalde Don McLaughlin dalam pernyataan lewat surel mengatakan pemerintah kota telah menonaktifkan Letnan Mariano Pargas, yang bertindak sebagai kepala polisi kota saat kejadian.
Pargas belum merespons permintaan untuk berkomentar.
Pejabat-pejabat polisi negara bagian telah mengecam keras kepemimpinan Pete Arredondo, kepala polisi di distrik sekolah itu yang beranggotakan enam petugas.
Mereka mengatakan Arredondo bertanggung jawab menangani kejadian itu.
Namun, laporan DPR mencatat bahwa ratusan petugas dari sejumlah instansi yang lebih terlatih dan lebih lengkap peralatannya daripada polisi setempat juga gagal menangani penembakan itu.
"Terlepas dari suasana yang kacau, para petugas berpangkat dari instansi-instansi lain tidak mendekati (Arredondo) atau pihak lain yang memegang komando untuk menunjukkan adanya kekurangan… atau menawarkan bantuan khusus," kata laporan itu.
Baca juga: Penembakan lagi di Amerika, anak tembak bapak dan gurunya
Wali Kota McLaughlin pada Minggu merilis rekaman kamera petugas dari sejumlah polisi kota di lokasi kejadian yang memperlihatkan adanya kebingungan.
Rekaman kamera salah satu petugas yang pertama tiba di sekolah itu menunjukkan suasana kacau hanya beberapa menit setelah pelaku menembak lebih dari 100 kali di dalam ruang kelas.
Petugas itu mendekati pintu kelas tersebut dan terkena tembakan pelaku. Dia bertanya kepada rekannya di lorong apakah dia berdarah, kemudian berbalik ke luar sekolah.
"Dia ada di kelas itu!" teriak si petugas kepada rekannya di luar. "Kita harus masuk ke sana! Kita harus masuk ke sana, dia terus menembak!"
Laporan itu menyebut sejumlah kegagalan di sekolah tersebut, termasuk menyoroti pagar luar setinggi lima kaki (sekitar 1,5 m) yang tak mampu mencegah si penembak.
Ada juga "kebiasaan petugas sekolah yang tidak mematuhi" aturan karena pintu ruang dalam dan luar dibiarkan tidak terkunci atau disangga agar terbuka.
Pelaku penembakan dengan mudahnya masuk ke dalam sekolah melalui pintu yang tidak dikunci.
Laporan itu juga menyebut soal sekitar 142 peluru yang ditembakkan pelaku di dalam gedung, bahwa "hampir pasti" sekitar 100 di antaranya ditembakkan sebelum petugas masuk ke sekolah tersebut.
Laporan itu menemukan adanya "kekurangan dan kegagalan" dari pihak distrik sekolah, berbagai instansi dan penegak hukum, serta kurangnya pendekatan di antara pihak berwenang.
Para siswa di ruang kelas saat penembakan terjadi menelepon 911 dan meminta bantuan.
Namun, laporan itu mengatakan tak seorang pun memastikan bahwa petugas yang membuat keputusan penting mengetahui panggilan darurat itu atau "menerima informasi dari siswa dan guru yang selamat dari serangan awal".
"Tak seorang pun dalam rantai komando menganalisis informasi ini untuk mengetahui bahwa pelaku mencegah korban yang terluka mendapatkan perawatan medis," tulis laporan itu.
Penyelidikan juga menemukan adanya "kewaspadaan yang santai" di sekolah karena peringatan keamanan di sana lebih sering menyangkut kasus penyelundupan imigran.
Video yang diunggah pekan lalu oleh harian Austin American-Statesman menunjukkan bahwa polisi berlindung di lorong selama 77 menit sebelum menyerbu dua kelas yang bersebelahan dan beradu tembak dengan pelaku.
Pihak berwenang pada Mei mengatakan anak-anak yang panik di dalam kelas menelepon nomor darurat 911 enam kali ketika para petugas menunggu di lorong.
Anggota DPR Dustin Burrows yang mengepalai komite itu mengatakan dalam jumpa pers, Minggu, bahwa tujuan dari penyelidikan itu adalah untuk mencari fakta sehingga DPR dapat membuat perubahan kebijakan di masa depan agar sekolah lebih aman.
Dia mengatakan cakupan penyelidikan itu tidak menggali apa yang diketahui secara pasti oleh petugas di lokasi kejadian, dan soal itu akan diserahkan kepada masing-masing instansi terkait.
"Jika seseorang gagal menerapkan pelatihan mereka, jika seseorang tahu ada korban di sana yang tewas atau terluka dan tidak berbuat lebih banyak, saya yakin instansi-instansi itu akan meminta pertanggungjawaban petugas itu," kata Burrows.
Anggota DPR Joe Moody yang ikut dalam penyelidikan itu mengatakan kegagalan massal dalam penegakan hukum di Uvalde merupakan kenyataan yang menyakitkan.
"Sulit untuk mendengar ada sejumlah kegagalan sistemik karena kita ingin mengatakan kepada diri sendiri bahwa sistemnya berfungsi… kita ingin mengatakan kepada diri sendiri bahwa ini tak akan terjadi lagi. Ternyata itu tidak benar," kata Moody.
Sumber: Reuters
Baca juga: Tunda menyerang penembak massal, kepala polisi Uvalde dinonaktifkan
Baca juga: Keluarga sebut polisi Ohio tembak mati remaja berkulit hitam
Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022