Salah satu upaya penanganan baru-baru ini adalah dengan melakukan penggiringan kelompok gajah
Pekanbaru (ANTARA) - Balai Taman Nasional (TN) Tesso Nilo dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau serta Yayasan TN Tesso Nilo terus berupaya menghentikan konflik gajah dengan manusia atau masyarakat.
"Salah satu upaya penanganan baru-baru ini adalah dengan melakukan penggiringan kelompok gajah sebanyak 3 ekor menuju habitatnya di lansekap Tesso Nilo," kata Kepala Balai TN Tesso Nilo, Heru Sutmantoro kepada media di Pekanbaru, Riau, Minggu.
Dia mengatakan dalam upaya petugas mengatasi konflik gajah dengan masyarakat memang menghadapi sejumlah kendala di lapangan, antara lain masalah utama karena lokasi yang merupakan daerah rawa selain itu kurangnya dukungan masyarakat setempat atau pemilik kebun.
Heru menyampaikan lebih lanjut, apabila langkah penggiringan dalam waktu dekat tidak berhasil maka dilakukan evakuasi.
"Evakuasi dilakukan dengan analisis dan pertimbangan yang matang, termasuk tempat kegiatan agar evakuasi berjalan lancar dan sukses," katanya.
Baca juga: Dua gajah sumatera dipindahkan ke Jambi
Ia mencontohkan pada Jumat (15/7), Tim Operasi Penanganan Konflik Gajah menyisir keberadaan gajah liar yang berada di areal perkebunan sawit masyarakat di Dusun Rantau Baru, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Sebelumnya, tim bersama dengan Camat Pangkalan Kerinci, beserta lurah dan perangkat desa setempat sudah memantau kebun sawit masyarakat yang dirusak oleh gajah liar di sekitar Dusun Rantau Baru.
Selanjutnya tim bergerak ke arah hulu sungai dimana sudah ada anggota tim bersama masyarakat yang memantau keberadaan gajah liar yang menurut informasi warga berjumlah 3 ekor (2 dewasa dan 1 anak).
Hasil pantauan tim operasi di lapangan ditemukan jejak gajah liar, tempat mandi atau istirahat dan bekas tanaman sawit yang di makan gajah liar.
Lalu, dari hasil analisis tim mahot gajah TN Tesso Nilo bahwa jejak gajah yang ditemukan masih baru dan diperkiran gajah liar tersebut lewat pada Kamis (14/7).
Baca juga: BKSDA Riau pantau dua gajah jantan terjebak di Rawa Inhu
Terkait adanya pemberitaan gajah liar di daerah Rantau Baru, Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Heru menjelaskan bahwa telah terjadi gangguan gajah liar di Kabupaten Pelalawan.
"Balai TN Tesso Nilo dan BBKSDA Riau telah diundang beberapa kali oleh Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pelalawan untuk mencari solusi baik solusi jangka pendek maupun solusi jangka panjang,” kata Heru.
Heru menyebutkan data saat ini populasi gajah liar diperkirakan berjumlah 100-150 ekor. Sedangkan rumah bagi gajah yang sudah dialokasikan oleh pemerintah seluas sekitar 81 ribu hektare di TN Tesso Nilo mengalami kerusakan yang cukup parah.
"Maka tak heran kalau saat ini gangguan gajah liar semakin meningkat dengan luas daerah gangguan yang meluas. Ini menjadi masalah besar saat ini dan waktu mendatang di Kabupaten Pelalawan,” kata Heru.
Pada saat rapat dengan DPRD Pelalawan termasuk peninjauan ke lapangan, disepakati akan dibentuk Tim Penanganan Terpadu Gangguan Gajah Liar di Kabupaten Pelalawan sebagai solusi jangka pendek. Tim ini dikoordinasikan oleh pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48 Tahun 2008.
Baca juga: BBKSDA Riau berupaya keluarkan dua gajah terjebak di rawa
Untuk draf Surat Keputusan, katanya lagi, sudah disusun dan sudah disampaikan kepada Sekretariat Komisi DPRD dan Bupati Pelalawan untuk proses lebih lanjut.
"Solusi jangka panjang adalah membangun dan memperbaiki kembali rumah gajah yaitu TN Tesso Nilo dengan pemulihan ekosistem, rehabilitasi, penanaman, menghentikan penanaman sawit di TN Tesso Nilo. Selain itu menghentikan perambahan dan menyelamatkan hutan alam yang saat ini tersisa,” jelas Heru.
Pelaksana Tugas (Plt) BBKSDA Riau, Fifin Arfiana Jogasara juga pada keterangan tertulisnya (17/7) menyampaikan bahwa perbaikan ekosistem sebagai habitat gajah tidak hanya di TN Tesso Nilo,
akan tetapi perbaikan ekosistem sebagai habitat gajah juga dilakukan pada areal-areal konsesi di sekitarnya, karena konflik gajah terjadi justru di luar kawasan konservasi.
"Kantong-kantong habitat gajah banyak yang beririsan dengan hutan produksi maka perlu dibangun koridor yang menghubungkan areal konservasi atau lindung di dalam konsesi HTI maupun HGU perkebunan sawit sebagai kewajiban mereka," katanya.
Selain itu perlu didorong adanya regulasi di tingkat provinsi baik melalui Peraturan Gubernur atau peraturan daerah,” demikian Fifin.
Baca juga: BBKSDA Riau tanam 600 pohon pisang di tol Permai cegah gajah melintas
Pewarta: Frislidia
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022