Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan sebanyak 3.630 anak berisiko stunting sudah mendapat bantuan lewat Program Bapak Asuh Anak Stunting.
“Sejak diresmikan pada 29 Juni 2022 atau bertepatan dengan Hari Keluarga Nasional, sedikitnya ada 3.630 anak berisiko stunting sudah mendapatkan bantuan melalui program Bapak Asuh Anak Stunting,” kata Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN Irma Ardiana dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Ahad.
Irma menuturkan Program Bapak Asuh Anak Stunting sampai saat ini sudah memiliki mitra lebih dari 50 mitra terdiri dari perorangan maupun perusahaan atau pun lembaga.
Konsep dari program tersebut adalah para Bapak Asuh berperan sebagai donatur yang membantu target sasaran melalui dana rutin yang disumbangkan setiap bulan untuk diolah menjadi makanan sehat dan bergizi oleh Tim Pendamping Kelurga (TPK).
Baca juga: YAICI gandeng Aisyiyah percepat penurunan stunting
Baca juga: BKKBN atasi masalah sanitasi dan jamban keluarga lewat data PK21
Target sasarannya berasal dari keluarga berisiko stunting yakni calon pengantin, ibu hamil dan anak-anak bayi umur dua tahun yang berasal dari keluarga tidak mampu.
Fokus pengasuhan yang akan diberikan oleh para donatur dibagi menjadi dua, yaitu kepada asuhan prioritas dan asuhan pendamping pada keluarga berisiko stunting.
Irma menjelaskan asuhan prioritas berfokus pada dua kegiatan yaitu pemberian makanan tambahan dan bantuan sanitasi termasuk akses air bersih.
Sedangkan asuhan pendamping akan memfokuskan donatur untuk memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada keluarga berisiko stunting secara kelompok atau intrapersonal.
"Kemudian pemberdayaan ekonomi keluarga, karna kita sudah paham bagaimana karakteristik dari keluarga berisiko dan juga dengan baduta atau balita stunting pra sejahtera, maka memang mereka perlu dimampukan secara ekonomi," ujar Irma.
Irma berharap agar program Bapak Asuh Anak Stunting terus mendapatkan dukungan dari seluruh elemen masyarakat, supaya angka stunting di Indonesia masih berada pada 24,4 persen dapat turun jadi 14 persen di tahun 2024.
"Oleh karena itu, kita harus pastikan konvergensinya sampai pada titik keluarga dari berbagai program kebijakan, yang diatur dari yang di atas sampai di bawah," ucap dia.*
Baca juga: BKKBN: BOKB dan MPASI perlambat turunnya angka kekerdilan
Baca juga: Kekerdilan, masih menjadi bayang-bayang yang hantui anak Indonesia
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022