Jakarta (ANTARA News) - Kalangan pimpinan Komisi VI DPR mengingatkan Pemerintah mengenai potensi ledakan pengangguran jika Pemerintah gagal membendung berbagai barang selundupan dari China yang akhir-akhir ini semakin menggejala. "Sikap pemerintah belum kelihatan dalam menghadapi masalah yang sangat serius ini," kata Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Didik J Rachbini, kepada wartawan di DPR Kamis. Menurut dia, potensi ledakan pengangguran ini hanya salah satu masalah dari sekian banyak persoalan yang akan munjul jika Pemerintah tidak segera mengeluarkan kebijakan yang berupa strategi induk untuk menjalankan agenda ekonomi nasional. Pengangguran, tambah Didik, di masa depan menjadi ancaman yang perlu diperhatikan Pemerintah. Di samping melalui upaya mengatasi penyelundupan barang-barang dari China, tambahnya, pengangguran juga dapat diatasi dengan memberikan iklim investasi yang menarik bagi investor asing. Dalam kesempatan itu, Didik juga mengatakan bahwa Pemerintah saat ini juga gagal dalam mengupayakan sinergi dalam penjalankan program-program kebijakan perekonomian. "Menteri-menteri ekonomi tidak bekerja secara sinergis. Mereka jalan sendiri-sendiri, sehingga pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi mandek," katanya. Wakil Ketua Komisi VI dari Fraksi Partai Golkar, Lilik Asjudirja, mengatakan ancaman barang-barang impor dari China saat ini telah menjadi pesaing serius bagi sentra-sentra produksi di dalam negeri. Keramik Plered telah tersaingi oleh keramik dari China yang harganya juga jauh lebih murah dibanding produk dalam negeri. "Sentra-sentra industri sepatu di Cibaduyut, dan sentra industri tas di Sidoarjo saat ini juga mendapat saingan berat dari produk China," katanya. Lilik juga meminta Pemerintah untuk bersikap tegas dalam mengatasi masalah pemalsuan dokumen ekspor-impor yang menguntungkan China, tapi sangat merugikan Indonesia. "Pemalsuan dokumen ini jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan penyelundupan barang," katanya. Menyinggung soal tarif dasar listrik, Didik mengatakan bahwa DPR mendesak PLN untuk melakukan penghematan dan tidak menaikkan TDL. Permintaan PLN atas penambahan subsidi untuk listrik senilai RP 20 triliun, dinilai Siti Sundari dari Fraksi PPP sebagai tindakan main-main karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan bukti bahwa PLN hanya membutuhkan tambahan subsidi Rp 11 triliun. (*)
Copyright © ANTARA 2006