Roma (ANTARA News) - Kata terakhir Karol Wojtyla di ranjang kematiannya adalah "biarkan saya pergi menghadap Tuhan", sebuah buku baru mengenai mendiang Paus Yohanes Paulus II mengungkapkan. Ditulis dengan bantuan Stanislaw Dziwisz, asisten pribadi Wojtyla sejak lama, dan dokter pribadinya, Renato Buzzonetti, buku tersebut melacak catatan medis Yohanes Paulus yang kaya. Catatan itu mencakup rincian yang tak pernah diungkapkan sebelumnya mengenai perawatannya menyusul serangan penembakan di Lapangan Santo Petrus pada 1981 dan memberikan konfirmasi bahwa Yohanes Paulus mulai menderita penyakit Parkinson pada 1991, lima tahun sebelum Vatikan akhirnya mengakui Paus kelahiran Polandia itu telah mengidap gangguan degeneratif pada sistem syaraf pusatnya. Menurut "Let me go," yang intisarinya disiarkan Rabu oleh DPA dari Famiglia Cristiana, sebuah mingguan Katolik Italia, Yohanes Paulus masih tetap tenang pada hari-hari terakhir kehidupannya. Buzzonetti mengingatkan kembali hari pada 31 Maret 2005, ketika pria sakit-sakitan berusia 84 tahun itu menderita luka membusuk dan gagal cardio-circulatory sebagai akibat infeksi pada saluran air seninya. Dua hari kemudian, pada pagi 2 April, Paus, dengan suara lemah, menyatakan kepada para pembantu dekatnya untuk "membiarkan dirinya pergi menghadap Tuhan". Pada sekitar pukul 07:00 malam, ia mengalami koma dan meninggal dunia pada pukul 09:37 malam. Buku itu juga menceritakan periode aneh sewaktu Paus masuk rumah sakit pada Mei 1981 setelah menderita luka parah akibat tembakan ekstremis Turki, Mehmet Ali Agca. Pada kejadian itu, para dokter di rumah sakit Gemelli meminta Radio Vatikan agar menghentikan siarannya sebentar sehubungan siaran tersebut menggangu peralatan ultrasound scan rumah sakit. Kecurigaan awal Yoahanes Paulus mengenai serangan itu tertuju pada Brigade Merah, kelompok teroris sayap kiri Italia yang sangat aktif pada tahun-tahun tersebut. (*)
Copyright © ANTARA 2006