Selama ini publik yang melihat kejadian juga enggan untuk menjadi saksi dan/atau membantu korban.

Jakarta (ANTARA) - Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komisi Nasional Perempuan Veryanto Sitohang menilai kamera pengawas (CCTV) efektif untuk memberikan efek gentar bagi pelaku pelecehan seksual di moda transportasi massal, termasuk di dalam angkutan kota (angkot).

"Penggunaan CCTV bagus agar bisa mengawasi gerak-gerik pelaku dan membuat pelaku berpikir ada yang mengawasi dalam melakukan kejahatannya," kata Veryanto saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Selama ini, kata Veryanto, para pelaku kekerasan seksual di ruang publik dan moda transportasi massal berani melancarkan aksinya karena merasa aman dan terlindungi serta menganggap penegakan hukum terhadap pelaku sangat lemah.

Oleh karena itu, dia berharap keberadaan CCTV di dalam moda transportasi massal dan ruang publik bisa memberikan efek gentar terhadap para pelaku kejahatan tersebut.

Tidak hanya itu, lanjut dia, keberadaan CCTV tersebut juga dapat membantu korban kekerasan seksual mendapatkan bukti yang kuat untuk melaporkan kejadian yang dialaminya kepada pihak berwajib, terutama apabila kejadian itu terjadi di lokasi yang sepi dan tidak ada saksi mata.

"Belum lagi karena selama ini publik yang melihat kejadian juga enggan untuk menjadi saksi dan/atau membantu korban," ujarnya.

Komnas Perempuan juga mengimbau masyarakat aktif bertindak saat mengetahui atau melihat adanya kekerasan seksual.

"Cara cepat dengan bersuara meminta pelaku menghentikan tindakannya. Sikap pencegahan ini diatur dalam UU TPKS (Undang-Undang Tindak Pencegahan Kekerasan Seksual), termasuk bagaimana proses perlindungan korban dan penanganan kasus tersebut," kata Veryanto.

Cara lainnya adalah dengan menghubungi hotline pengaduan kasus kekerasan seksual atau melaporkan kasusnya kepada pengelola angkutan umum dan kepolisian.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus pelecehan seksual terjadi beberapa waktu lalu di angkot M44 di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

Kejadian tersebut bahwa direspons oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta dengan rencana menerapkan kebijakan pemisahan penumpang pria dan wanita di dalam angkot untuk mencegah potensi terjadinya pelecehan seksual.

Meski demikian, kebijakan tersebut batal diterapkan. Sebagai penggantinya, Pemprov DKI menyiapkan pembentukan Pos Sapa (Sahabat Perempuan dan Anak) di moda transportasi melalui nomor aduan 112.

Saat ini, layanan itu sudah ada di 23 halte TransJakarta, 13 stasiun MRT, dan enam stasiun LRT Jakarta serta rencananya juga merambah angkot.

Pemasangan CCTV atau kamera pengawas di berbagai stasiun, halte, terminal dan kendaraan umum juga sedang dilakukan. Kamera pengawas ini untuk mendeteksi sekaligus mengurangi potensi gangguan tersebut.

Baca juga: Komnas Perempuan: Pemisahan kursi angkot malah menyudutkan perempuan
Baca juga: Laporkan saja kasus pelecehan seksual melalui 112

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022