Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Informasi Pusat Donny Yoesgiantoro mengatakan perlunya peninjauan kembali terhadap materi Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik karena masih ada kelemahan secara substansi dan teknis.
Dia, dalam gelaran Focus Group Discussion bertajuk Dinamika dan Problematika Penerapan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik di Bogor, Jumat, menyebutkan ada beberapa muatan materi yang perlu ditinjau, salah satunya berkaitan dengan prinsip pemerolehan informasi yaitu cepat dan tepat waktu, biaya ringan.
Hal berikutnya yakni keberadaan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang tidak menjadi suatu organ/bidang pada organisasi dalam badan publik melainkan hanya sebagai ex officio.
"Sedangkan PPID sebagai pelayan publik seharusnya terlembaga sehingga pelaksanaan UU KIP pada badan publik semakin maksimal," tutur Donny.
Materi lainnya yang menurut Donny perlu direvisi yakni terkait persoalan norma pengecualian yang kerap kali menjadi persoalan.
Baca juga: KIP dorong lembaga pendidikan miliki layanan PPID
Dia menyebutkan, dalam Pasal 6 ayat (1) UU KIP dikatakan bahwa penolakan informasi yang dikecualikan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. Tetapi, menurut dia, tidak ada penjelasan lebih lanjut terkait dengan hal tersebut.
Donny juga menyebutkan mengenai pengaturan jangka waktu pengecualian informasi pada setiap muatan materi informasi. Dia mengatakan, hal ini tidak diatur secara rigit sehingga menimbulkan persoalan hukum.
Selain itu, ada problematika pelaksanaan UU KIP yang juga berkaitan erat dengan adanya pembentukan lembaga yang independen yaitu Komisi Informasi yang berada di Pusat dan Daerah.
"Saat ini, memang dari 34 Provinsi telah terbentuk Komisi Informasi Provinsi, namun kondisi kelembagaannya masih jauh dari semangat yang tersirat dalam UU KIP," kata dia.
Baca juga: KIP apresiasi Bali dan minta pertahankan performa
Donny menuturkan, sudah ada upaya perbaikan atas pelaksanaan UU KIP yang dilakukan beberapa kalangan masyarakat melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Menurut dia, muatan materi ini ada yang dikabulkan, ditolak, tidak dapat diterima dan ditarik kembali.
Dia memandang, saat ini perlu adanya masukan dan pendapat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, lembaganya menyelenggarakan kegiatan FGD sebagai langkah awal untuk memperoleh gambaran secara komprehensif dinamika dan problematika pelaksanaan dan penerapan UU KIP baik dari perspektif empiris maupun yuridis serta dapat mengetahui mekanisme dan tahapan dalam proses revisi UU.
"FGD ini merupakan langkah awal untuk mendapatkan masukan dan pendapat untuk dapat digunakan dalam proses tahapan rancangan penyusunan naskah akademik revisi UU KIP," demikian kata dia.
Dalam kesempatan itu, Plt. Sekretaris KIP Nunik Purwanti menambahkan, peserta kegiatan ini yakni anggota Komisi Informasi Pusat, provinsi, kabupaten/kota, akademisi dan organisasi masyarakat sipil.
Baca juga: KIP Papua: Penyelenggara pemilu wajib berikan informasi kepemiluan
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022