Jakarta (ANTARA News) - Koordinator External Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Henry Simarmata mengatakan tidak mungkin Eurico Guterres melakukan kesalahan sendiri dalam kasus pelanggaran HAM di Timor Timur (Timtim).
"Mana mungkin Eurico bertindak sendiri sehingga dihukum sendiri," kata Henry, di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan pengadilan HAM Indonesia telah gagal bertanggungjawab atas kerusuhan yang terjadi di Timtim yang mengakibatkan lebih dari ribuan orang meninggal, hilang, dan cacat di Timtim.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memperkuat vonis Putusan Pengadilan ad hoc HAM atas mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) Timor Timur Eurico Guterres tersebut dengan 10 tahun penjara.
Pada rapat musyawarah yang diucapkan di Gedung MA, Majelis Hakim yang terdiri atas Parman Soeparman dan beranggotakan Dirwoto, Sumaryo Suryokusumo, Sakir Adiwinata dan Masyhur Effendi itu menyatakan terdakwa Eurico Guterres terbukti melakukan tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan.
Majelis hakim menghukum Eurico sesuai dengan keputusan Pengadilan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tertanggal 27 November 2002, yaitu 10 tahun penjara.
Sementara itu, pemerhati masalah Timor Timur, Florencio Mario Vieira menilai, putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) Timor Timur (Timtim) Eurico Gutteres merupakan keputusan hukum yang paling ironis.
"Putusan MA terhadap Eurico Gutteres ini merupakan putusan hukum paling ironis dan sulit dipercaya oleh dunia internasional," katanya.
Menurut dia, keputusan ini telah menyamakan peran Eurico Gutteres dengan Hitler atau Mussolini.
"Sulit dipercaya, seolah-olah Gutteres adalah `think-thank` skenario pembumihangusan Timor Timur setelah yang lain dibebaskan dari segala tuduhan," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006