berharap orang tua dapat memahami pentingnya perubahan perilaku setiap anak sekecil apapunJakarta (ANTARA) - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menekankan setiap pihak untuk tidak menyepelekan sekecil apapun perubahan perilaku dan sifat pada anak-anak guna mencegah terjadinya kekerasan seksual semakin marak.
“Penelitian menunjukkan bahwa anak yang mengalami berbagai macam peristiwa traumatik termasuk di antaranya kekerasan fisik, emosional atau seksual, maka dampaknya tidak hanya berhenti pada saat itu, tapi bersifat jangka panjang,” kata Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Anak IDAI Eva Devita Harmoniati dalam Seminar Awam Cegah Kekerasan Seksual Pada Anak yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Eva menyayangkan hingga kini, banyak orang tua yang bersifat tidak peka terhadap perubahan perilaku anaknya. Beberapa kali pula ditemukan bahwa orang tua tak mengetahui perbuatan anak saat mengakses atau membuat sebuah video pornografi atau hal berbau sensual lainnya.
Padahal dengan memahami perubahan itu, dapat meminimalisir berulangnya kekerasan ataupun kejahatan seksual pada anak-anak bangsa.
Baca juga: Korban kekerasan seksual anak berpotensi alami trauma mendalam
Baca juga: IDAI: Ancaman anak jadi korban konten negatif lebih besar di saat PJJ
Eva mengatakan perubahan mendasar yang dapat terlihat dari perilaku anak yakni, anak yang semula memiliki sifat semangat dan ceria, cenderung mengunci diri di dalam kamar, menjauhi orang lain dan senang menyendiri.
Anak juga merasakan depresi atau perasaan gelisah sehingga takut untuk bertemu orang lain. Adapun sifat lain yang muncul yakni anak menjadi agresif dan performa di sekolah biasanya akan menurun.
“Muncul keluhan-keluhan yang tidak jelas seperti sakit perut, sakit kepala, menolak berangkat ke sekolah dengan berbagai macam alasan. Anak juga bisa menunjukkan gangguan makan dan tidur. Bisa tidak nafsu makan sama sekali (anoreksia) atau bulimia karena untuk menutupi rasa kecemasan yang ada di dalam hatinya,” ujar dia.
Eva melanjutkan, anak yang terkena kejahatan seksual biasanya sering mengalami mimpi buruk dan keluhan buang air besar maupun kecil. Alat kemaluan juga menjadi gatal atau banyak cairan yang keluar dari vagina. Bahkan terdapat beberapa titik rasa sakit yang dirasakan anak.
“Memang ada faktor protektif, tidak semua anak mengalami kekerasan akan mengalami dampak yang sedemikian hebatnya. Faktor protektif itu berupa dukungan keluarga dan juga dukungan dari teman sebaya, agar si anak bisa pulih dari trauma yang dialami saat itu,” ucap Eva.
Baca juga: Komnas Perempuan: Kekerasan seksual di pesantren harus cepat ditangani
Baca juga: Tindakan preventif penting cegah kekerasan anak
Kemudian anak yang mengalami kekerasan di masa kecil, biasanya akan tumbuh dengan mengalami gangguan dalam perkembangan kognitif, sosial dan emosionalnya. Mereka bisa lebih berani melakukan perilaku berisiko seperti merokok menggunakan NAPZA atau terlibat pergaulan bebas.
Khusus pada anak yang mengalami kekerasan seksual, selain rasa takut hormon stres yang meningkat sehingga menimbulkan perilaku berisiko dan perilaku kekerasan atau bunuh diri. Sebab anak akan memiliki rasa bersalah sehingga mengganggu aktivitas sehari-harinya karena memiliki ketakutan.
"Saya berharap orang tua dapat memahami pentingnya perubahan perilaku setiap anak sekecil apapun dan berani membangun komunikasi juga kepercayaan agar anak tidak merasa sendirian," katanya.
Baca juga: Kemen PPPA minta orang tua edukasi anak waspada kekerasan seksual
Baca juga: Polri didorong percepat bentuk direktorat pelayanan perempuan dan anak
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022