Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merevisi aturan pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggaran usaha di bidang kelautan dan perikanan guna merespons dinamika yang berkembang dan agar berkeadilan.
“Permen KP (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan) Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif saat ini sedang dalam proses perbaikan untuk menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat", ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Adin menambahkan bahwa pasca berlakunya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK), paradigma pengenaan sanksi diubah menjadi mengutamakan sanksi administratif sebagai primum remedium sedangkan sanksi pidana menjadi jalan terakhir (ultimum remedium).
Menurut Adin, perubahan paradigma ini bertujuan untuk lebih memberi peluang agar kegiatan usaha dapat tetap tumbuh meskipun tetap memperhatikan efek jera yang ditimbulkan dari sanksi administratif tersebut.
Sanksi administratif, lanjutnya, dirasakan lebih adil bagi pelaku usaha dibandingkan dengan sanksi pidana.
Hal itu, ujar dia, karena apabila pelaku usaha dikenakan sanksi administratif, maka pelaku usaha tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya sepanjang pelaku usaha telah memenuhi kewajiban administratifnya.
Sedangkan apabila dikenakan sanksi pidana di bidang kelautan dan perikanan, maka izin usahanya akan dicabut sehingga tidak dapat melaksanakan kegiatan usaha kembali.
Ia mengemukakan, selain itu tujuan dari penerapan sanksi administratif adalah untuk meningkatkan kepatuhan bukan pemberian sanksi yang bersifat merugikan pelaku usaha.
Lebih lanjut, Adin menjelaskan bahwa meskipun Permen KP Nomor 31 Tahun 2021 telah diundangkan sejak bulan Juli 2021, namun implementasi pengenaan sanksi administratif terhadap pelaku pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan baru mulai dilaksanakan sejak awal tahun 2022.
Hal tersebut dinilai memberikan ruang untuk sosialisasi dan persiapan yang memadai. Namun setelah dilaksanakan dalam waktu kurang lebih selama enam bulan ternyata diperoleh beberapa masukan dari masyarakat terkait perlunya penyempurnaan terhadap peraturan tersebut.
"Demi keadilan dan kondusifitas dunia usaha di bidang kelautan dan perikanan, kami tidak segan untuk menyempurnakan Permen Nomor 31 Tahun 2021 ini," ucap Adin.
Adin menerangkan, pihaknya berorientasi agar Permen Pengenaan Sanksi Administratif ini pada akhirnya benar-benar dapat memenuhi rasa keadilan di masyarakat.
Beberapa usulan perubahan yang diterima berdasarkan masukan dari masyarakat antara lain adalah perlunya diatur mekanisme keberatan terhadap sanksi administratif yang dijatuhkan sebelum mekanisme banding administratif.
"Jadi mekanisme keberatan ini kami harapkan dapat memberikan ruang bagi pelaku usaha yang tidak puas terhadap sanksi administratif yang dikenakan sebelum mengajukan banding. Diharapkan dengan mekanisme ini akan mendatangkan rasa keadilan bagi masyarakat", lanjut Adin.
Sanksi administratif juga dipandang lebih efektif mengingat waktu penyelesaiannya relatif cepat yaitu paling lambat 21 hari, sedangkan untuk pidana, waktu penyidikan saja sampai dengan 30 hari, belum termasuk proses lanjutan seperti penuntutan sampai dengan inkracht.
Baca juga: KKP-ASEAN kolaborasi kembangkan konsep Refugia Perikanan
Baca juga: KKP: Stelina mudahkan pelaku usaha penuhi syarat ketertelusuran ekspor
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022