Jakarta (ANTARA) - Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri menandatangani nota kesepakatan (MoU) terkait rehabilitasi untuk pengguna dan pecandu narkotika guna menyelamatkan generasi bangsa dari pemidanaan yang berakhir di tahanan.

“Menyelamatkan generasi rentang usia antara 15 sampai dengan 64 tahun yang harus kami selamatkan dari penyalahgunaan narkotika yang kalau bisa tidak kami kenakan pasal-pasal yang menuju 'criminal justice system', kecuali mereka adalah bandar, bos kriminal, dan dia betul-betul berada di dalam jaringan, ini yang harus kami selamatkan,” kata Kepala BNN Komjen Pol. Petrus Golose di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.

Upaya ini, kata Golose, melihat prevalensi pengguna narkotika di Indonesia sekarang pada angka 1,95 persen. Sementara itu jumlah pengguna yang masuk dalam lembaga pemasyarakatan untuk kota-kota besar angkanya di atas 70 persen, sedangkan di daerah sekitar 50 persen.

Baca juga: Jaksa Agung: Penyalahguna narkotika lebih tepat mendapat rehabilitasi

Berkaca dari negara seperti Panama, kebanyakan jumlah bandar yang ditahan di lembaga pemasyarakatan di atas 80 persen bukan pengguna. Petugas setempat bahkan melakukan pengungkapan kasus dengan barang bukti yang cukup banyak, yakni 134 ton kokain dan ada pula 1.200 ton di wilayah Kolombia.

Sementara itu di Indonesia, sambung Golose, upaya kepolisian dan BNN sudah optimal mengungkap kejahatan peredaran gelap narkoba dengan barang bukti yang disita beratnya berton-ton. Sementara itu di sisi lain, tantangan pemberantasan narkoba tidak mudah, bagaimana perekonomian terus berjalan, bahkan tempat-tempat yang kerap dijadikan lokasi memakai narkoba sudah mulai dibuka.

“Tujuan kerja sama ini untuk menyelamatkan generasi muda sampai dengan umur 64 tahun, sebagaimana hasil penelitian kami dengan BRIN dan BPS, maka kami harus menjaga, kami menjaga bersama sehingga kami bisa menyelamatkan generasi emas Bangsa Indonesia,” terangnya.

Baca juga: Polri dukung pedoman tuntutan rehabilitas penyalah guna narkoba

Kesepakatan untuk mengupayakan rehabilitasi bagi pecandu dan pengguna ditandatangani tujuh kementerian/lembaga, yakni BNN, Polri, dan Kejaksaan Agung.

Dengan demikian, Golose mengatakan adanya kesepakatan bersama ini, maka orang tua, masyarakat yang mengetahui anak, dan keluarganya pengguna dapat melaporkan kepada pihak yang berwajib tanpa perlu khawatir akan dipidana.

“Kalau dia hanya sebagai pengguna terus kami tidak selamatkan maka dia akan masuk di dalam proses kriminalisasi sistem. Ini yang akan kami jaga, kami cegah ada yang disebut dengan tim asesmen terpadu (TAT). Ini yang ditandatangani BNN dan lembaga-lembaga lain. Ada 7 lembaga,” kata Golose.

Sementara itu Direktur Tindak Pidana Narkoba (Ditipidnarkoba) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Krisno H Siregar menambahkan nota kesepakatan untuk menyesuaikan kondisi saat ini dalam proses penegakan hukum kasus penyalahgunaan narkotika, salah satunya saat pelimpahan tersangka kasus pengguna oleh kepolisian ke tim asesmen terpadu di BNN akan dipangkas.

Baca juga: DPR: Revisi UU Narkotika harus atur penyalahguna cukup rehabilitasi

"Penyidik maksimal tiga hari setelah penangkapan harus sudah menyerahkan seseorang tersangka atau pengguna. Kalau dulu enam hari kerja," kata Krisno.

Menurut dia, proses tersebut akan dilanjutkan melalui rekomendasi yang diterbitkan tim asesmen terpadu maksimal enam hari setelah penangkapan sehingga, proses untuk mengambil kesimpulan tersangka dapat direhabilitasi atau tidak menjadi lebih cepat.

"Tim TAT ini sudah memutuskan dan mengeluarkan rekomendasi enam hari setelah penangkapan pada waktu yang lebih sempit. Polri bekerja keras untuk menentukan apakah dia direkomendasikan ke TAT atau mengikuti (proses hukum)," kata Krisno.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022