Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi III DPR, Almuzzammil Yusuf berpendapat Indonesia tidak perlu dan tidak boleh belajar dari Amerika Serikat soal hak asasi manusia (HAM) dan cara memerangi terorisme. "Pemerintah dan aparat keamanan harus belajar dari konstitusi, bukan kepada Condoleezza Rice (Menlu AS yang saat ini tengah berada di Jakarta.red)," katanya di Jakarta, Rabu. Menurut dia, pelecehan yang terjadi di penjara Abu Ghuraib dan Guantanamo menunjukkan tidak ada yang bisa diajarkan Amerika dalam soal HAM. "Gaya-gaya perlakuan di penjara Abu Ghuraib dan Guantanamo tidak boleh coba-coba diimpor ke Indonesia," katanya. Karena itu, lanjutnya, tidak pantas AS mengajari Indonesia soal HAM dan terorisme, karena justru Amerika-lah yang selama ini menjadi pelanggar HAM terbesar di dunia, misalnya di Palestina dan Irak. Politisi dari dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebut pelanggaran HAM terbesar di dunia telah dan sedang terjadi terhadap warga Palestina selama hampir 1 abad dengan dukungan utama AS. Dikatakannya dengan dalih memberantas teroris, kebijakan AS justru memicu berkembangnya terorisme di dunia. "Maka pemerintah dan aparat keamanan Indonesia tidak perlu dan tidak boleh belajar dari kesalahan Amerika terhadap warga dunia. Apalagi amanat konstitusi Indonesia adalah untuk menghapuskan berbagai bentuk penjajahan di dunia," katanya. Pada bagian lain, Almuzzammil juga menyebut bahwa kedatangan Menlu AS Condoleezza Rice ke Indonesia terkait motif utama penguasaan Blok Cepu oleh ExxonMobil. "AS menyerang Irak terbukti karena alasan utama dan satu-satunya adalah minyak, alasan-alasan yang lain hanya kamuflase. Sekarang Menlu AS datang ke Indonesia berbarengan dengan isu Blok Cepu. Maka sudah jelas motif utamanya," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006