Cita- cita besar kita adalah menjadikan Danau Toba sebagai destinasi yang berkualitas

Jakarta (ANTARA) - Tanaman eceng gondok sudah lama menjadi isu di Danau Toba, Sumatra Utara, karena dianggap gulma yang mengganggu dan mengotori kawasan.

Sebagai destinasi wisata prioritas, Danau Toba memang dituntut untuk mampu berbenah diri sehingga persoalan lingkungan termasuk gulma eceng gondok sudah saatnya dituntaskan.

Meskipun dikenal sebagai gulma yang mengganggu, banyak orang yang sudah berhasil memanfaatkan tanaman tersebut sebagai produk turunan termasuk kerajinan tangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.

Oleh karena itu, sejatinya memang diperlukan terobosan dan inovasi agar destinasi wisata prioritas Danau Toba bisa berkembang sebagai destinasi yang berkualitas dan berkelanjutan.

Untuk kepentingan itu, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) menggandeng pihak swasta yakni PT Mayora Indah Tbk dan Institut Teknologi Del untuk bekerja sama memanfaatkan dan mengolah eceng gondok di Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Danau Toba. Dua pihak itu akan bekerja sama membangun fasilitas pengolahan eceng gondok menjadi pupuk cair dan pupuk padat.

Usaha pengolahan ini diharapkan ke depan akan membawa dampak positif dalam mengurangi populasi eceng gondok di Danau Toba yang awalnya dianggap sebagai gulma dan mengotori danau. Tanaman itu akan diolah menjadi produk pupuk yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan para petani di daerah Toba dan sekitarnya.

Kerja sama pemanfaatan dan pengolahan eceng gondok ini bahkan turut didukung oleh Pemerintah Kabupaten Toba, Provinsi Sumatra Utara.

Asisten Deputi Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Kemenko Marves, Kosmas Harefa mengatakan pihaknya terus berupaya melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian dalam menjadikan DPSP Danau Toba sebagai destinasi pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan.

Keberadaan eceng gondok selama ini memang menjadi satu kekhawatiran berbagai pihak mengingat pertumbuhannya yang terbilang sangat pesat terlihat dari populasinya yang awalnya 100 m2 menjadi 200 m2 hanya dalam waktu 7 hari.

"Cita- cita besar kita adalah menjadikan Danau Toba sebagai destinasi yang berkualitas. Dalam rangka itu, segala sesuatu yang menghambat kemajuan ke arah sana perlu kita cermati. Terkait dengan eceng gondok, memang kita lihat mengurangi estetika danau. Kami berharap program ini dapat meningkatkan estetika danau sekaligus memberikan nilai tambah berupa pupuk organik kepada masyarakat,” kata Kosmas.

Populasi eceng gondok sampai saat ini memang terlihat mendominasi area perairan Danau Toba sehingga mengurangi nilai estetika kawasan yang menjadi salah satu dari lima destinasi wisata super prioritas di Indonesia.

Di sisi lain, eceng gondok mengandung unsur- unsur hara seperti Nitrogen, Phosphor, dan Potassium masing-masing sebesar 2,34 persen, 0,24 persen dan 1,95 persen, serta asam humat yang menghasilkan senyawa fitohara yang mampu mempercepat pertumbuhan akar tanaman. Unsur-unsur ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang akan sangat bermanfaat bagi para petani.

Sebagai gambaran, kebutuhan pupuk masyarakat per satu musim tanam adalah 39.000 ton, sementara suplai pupuk yang tersedia hanya 10.000 ton.

Selain itu, terdapat disparitas harga pupuk kimia bersubsidi dengan non-subsidi. Sehingga, program pemanfaatan eceng gondok selain meningkatkan estetika danau juga akan memberikan pupuk organik dengan harga kompetitif pada para petani.

Kosmas mengatakan pengolahan eceng gondok akan dibangun di Kampus Institut Teknologi Del yang dibagi dalam dua tahap, yaitu pabrik pengolahan eceng gondok menjadi pupuk padat dan cair. Proses pengambilan eceng gondok akan dilakukan via kapal harvester milik Balai Wilayah Sungai Sumatra II.

"Selanjutnya, eceng gondok akan dikumpulkan di tempat penampungan sementara dan akan dibawa ke tempat pengolahan," katanya.


Pariwisata berkelanjutan

Pemanfaatan eceng gondok menjadi pupuk organik dapat memberikan dua dampak positif, yaitu mengurangi populasi eceng gondok yang mencemari danau Toba dan menjadikannya bahan baku pembuatan kompos yang akan diolah melalui proses dekomposisi, proses yang dilakukan oleh mikroorganisme terhadap buangan organik.

Sebenarnya ada masalah dan sekaligus solusi terkait isu eceng gondok yang populasinya memenuhi wilayah perairan Danau Toba.

Melalui kerja sama yang telah disepakati tersebut, fasilitas pengolahan pupuk akan dibangun di dalam Kampus Institut Teknologi Del dengan luas lahan sekitar 1.000 m2, yang meliputi area pengolahan, penampungan, serta area transportasi.

Pembangunan pabrik akan dibagi dalam dua tahap, yaitu pabrik pengolahan eceng gondok menjadi pupuk padat dan pabrik pengolahan eceng gondok menjadi pupuk cair. Semua proses produksi ini akan dilakukan di area dan di bawah pengawasan IT Del.

Proses pengolahan ini akan dimulai dengan pengambilan eceng gondok yang dilakukan via kapal harvester milik Balai Wilayah Sungai Sumatra II.

Selanjutnya, eceng gondok akan dikumpulkan di tempat penampungan sementara dan akan dibawa ke tempat pengolahan.

Pengolahan eceng gondok menjadi pupuk padat menggunakan 40 komposter menara dengan volume olah 500 kg/ komposter dengan lama waktu pengomposan 20 hari.

Sedangkan pengolahan pupuk cair menggunakan alat dari pengembangan prototipe digester pengolahan pupuk cair yang sebelumnya digunakan sebagai alat penelitian di Institut Teknologi Del.

Adapun peralatan tersebut terdiri dari tangki umpan berkapasitas 2 ton, 2 bioreaktor berkapasitas 2 ton, pemekat graviti, tangki pencampur berkapasitas 500 kg dan tangki penyimpanan berkapasitas 2 ton.

“Adapun kebutuhan eceng gondok untuk diolah menjadi pupuk padat dan pupuk cair yaitu 1,1 ton/hari, untuk menghasilkan pupuk padat sebanyak 1 ton/ hari serta pupuk cair sekitar 20-25 liter per harinya,” ucap Rektor IT Del, Dr. Arnaldo Marulitua Sinaga.

Semua pihak kemudian berharap proyek ini akan menjadi solusi permasalahan perairan Danau Toba dan mengatasi kekurangan kebutuhan pupuk para petani sekaligus menjadikan Danau Toba sebagai destinasi yang dikembangkan berbasis pada konsep keberlanjutan lingkungan.

Upaya serupa itu jika sukses kelak diharapkan bisa diduplikasikan di wilayah perairan atau destinasi wisata lain di tanah air.


Baca juga: Kemenparekraf dorong peningkatan kapasitas UMKM Danau Toba
Baca juga: PT IKI sebut bakal bangun galangan kapal di kawasan Danau Toba
Baca juga: Togaraja menyajikan panorama Danau Toba dari ketinggian

Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022