yang sudah lama terkubur, kami bangkitkan kembali
Denpasar (ANTARA) - Sanggar Karawitan dan Tari Darma Gita Shanti mewakili duta kesenian Provinsi Nusa Tenggara Barat, membawakan tari Trunajaya "khas Lombok" yang sudah punah atau tak pernah lagi ditarikan di Bali, dalam ajang Pesta Kesenian Bali ke-44.

"Kami ingin menampilkan yang khas, tidak yang biasa-biasa saja. Yang sudah lama terkubur, kami bangkitkan kembali," kata I Gede Yudarta, Pembina Sanggar Karawitan dan Tari Darma Gita Shanti di Taman Budaya Bali, Denpasar, Jumat (8/7) malam.

Yudarta yang juga dosen Institut Seni Indonesia Denpasar itu menambahkan, tari Trunajaya ini yang sering disebut tari Trunajaya Karang Kubu, terakhir dibawakan oleh Sekaa Gong Pangkung, Tabanan, Bali ketika dipentaskan tahun 1962 di Los Angeles.

"Masyarakat di NTB mengatakan tari Trunajaya khas Lombok, padahal berasal dari Bali, tetapi dilestarikan di Lombok. Tahu-tahunya sudah ada di Lombok pada tahun 1960-an dikembangkan di daerah Karang Kubu. Tetapi di Bali, tarian ini sudah tidak dibawakan lagi," ujarnya

Tari Trunajaya merupakan salah satu tari kekebyaran yang merepresentasikan gerak-gerak seorang pemuda yang menginjak dewasa, sangat energik, dinamis, serta memikat.

Baca juga: Pertahankan eksistensi seniman tari Senggigi lewat festival
Baca juga: Putri Koster ajak masyarakat Bali perkuat dan lindungi tari sakral

Tari Trunajaya Karang Kubu dikembangkan di wilayah Karang Kubu oleh I Likes (dari Bali) pada tahun 1960-an dan sempat mengalami kevakuman dalam kurun waktu yang lama.

Selanjutnya pada 2012 di bawah bimbingan seniman tari Ni Kadek Wirthi dan Mangku Made Musti (karawitan), tarian tersebut berhasil direkonstruksi oleh mahasiswa Institut Seni Indonesia Denpasar ketika melaksanakan kuliah kerja nyata di Kota Mataram.

Sementara itu, I Dewa Putu Kresna Ariawan, mengaku bangga bisa membawakan tari Trunajaya hasil rekonstruksi tersebut. "Saya senang bisa belajar kembali tari Bali, mengenai pengetahuannya, geraknya, pakem-pakemnya," ujar pria alumnus ISI Denpasar ini.

Untuk tampil di PKB, Dewa Kresna berlatih selama tiga bulan, mulai dari mempelajari gerak tari hingga memadukan dengan para penabuh.

Selain membawakan tari Trunajaya Karang Kubu, dengan didukung delapan penari dan 33 penabuh, duta kesenian dari Lingkungan Tohpati, Kelurahan Cakranegara, Provinsi NTB itu juga membawakan tari Gadung Kasturi.

Baca juga: Penari Bali sebut Sandiaga Uno pemimpin idaman milenial
Baca juga: MSI gelar pertunjukan amal tari Bali bantu seniman terdampak pandemi

Tari Gadung Kasturi, merupakan salah satu tari kreasi baru yang diciptakan tahun 2003 oleh seniman Bali Suasthi Widjaja Bandem.

Tarian yang dibawakan oleh para penari wanita itu mengekspresikan keindahan perasaannya lewat taburan gerak-gerak tari yang gemulai dan ekspresif.

Berikutnya juga ditampilkan tari Kebyar Duduk, ciptaan I Ketut Mario asal Tabanan, Bali, yang menggambarkan kemahiran seorang pemuda yang menari dengan lincahnya dengan posisi duduk mengikuti irama gamelan.

Terkait dengan tema Pesta Kesenian Bali, duta kesenian dari NTB ini membawakan tabuh kreasi pepanggulan berjudul Segara Anak. Segara anak adalah danau berada di kawah Gunung Rinjani, NTB.

Nama Segara Anak memiliki arti "anak laut" dalam bahasa Sasak. Danau tersebut terdapat dua sumber mata air panas yaitu Aik Kalak dan Goa Susu.

Sumber air panas ini yang dipercayai mampu mengobati berbagai penyakit kulit. Selain mampu sebagai pengobatan penyakit kulit, banyak pula kegunaan air panas yang sudah dipercayai sebagai sarana upacara oleh masyarakat setempat.

Fenomena di atas menjadi salah satu sumber inspirasi yang akan diaktualisasikan menjadi sebuah wujud karya seni tabuh kreasi pepanggulan Segara Anak.

Baca juga: Empat seniman Bali dianugerahi Dharma Kusuma dan diberi uang

Baca juga: Upaya melestarikan tari sakral Sanghyang Dedari

Baca juga: Sanggar Seni Gumiart sajikan 6 tari kontemporer dalam FSBJ 2019

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022