New York (ANTARA) - Harga minyak naik sekitar dua persen pada akhir perdagangan yang fluktuatif Jumat (Sabtu pagi WIB), tetapi masih mencatat penurunan mingguan karena investor khawatir tentang potensi penurunan permintaan yang didorong oleh resesi ekonomi bahkan ketika pasokan bahan bakar global tetap ketat.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September terangkat 2,37 dolar AS atau 2,3 persen, menjadi menetap di 107,02 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS untuk pengiriman Agustus bertambah 2,06 dolar AS atau 2,0 persen, menjadi ditutup di 104,79 dolar AS per barel.

Kedua kontrak acuan diperdagangkan di wilayah negatif dan kemudian rebound dari posisi terendah sesi.

Brent membukukan penurunan mingguan sekitar 4,1 persen dan WTI mencatat kerugian 3,4 persen, mengikuti penurunan bulanan pertama sejak November. Harga jatuh pada Selasa (5/7/2022), ketika penurunan 10,73 dolar AS Brent adalah penurunan harian terbesar ketiga kontrak sejak mulai diperdagangkan pada tahun 1988.

Bank-bank sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga untuk menjinakkan inflasi, memicu kekhawatiran bahwa kenaikan biaya pinjaman dapat menghambat pertumbuhan, sementara pengujian massal COVID-19 di Shanghai minggu ini menyebabkan kekhawatiran tentang potensi penguncian yang juga dapat menekan permintaan minyak.

Data penggajian non-pertanian (NFP) AS menunjukkan ekonomi menambahkan lebih banyak pekerjaan dari yang diperkirakan pada Juni, tanda kekuatan pasar tenaga kerja yang terus-menerus yang memberi amunisi Federal Reserve untuk memberikan kenaikan suku bunga 75 basis poin lagi bulan ini.

"Pasar minyak melihat laporan pekerjaan sebagai pedang bermata dua," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group. "Angka pekerjaan positif dari perspektif permintaan. Di sisi bearish, pasar khawatir bahwa jika pasar tenaga kerja kuat, The Fed bisa lebih agresif dengan menaikkan suku bunga."

Perusahaan-perusahaan energi AS minggu ini menambahkan dua rig minyak, sehingga total menjadi 597 rig, tertinggi sejak Maret 2020, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes Co.

Harga minyak melonjak selama paruh pertama 2022. Brent mendekati rekor tertinggi 147 dolar AS setelah Rusia meluncurkan invasi ke Ukraina pada Februari, menambah kekhawatiran pasokan.

"Kekhawatiran ekonomi mungkin telah mengguncang harga minyak minggu ini, tetapi pasar masih memberikan sinyal bullish. Ini karena ketatnya pasokan lebih cenderung meningkat dari titik ini daripada mereda," kata Stephen Brennock dari pialang minyak PVM.

Larangan Barat terhadap ekspor minyak Rusia telah mendukung harga dan memicu pengalihan arus sementara Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen sekutu berjuang untuk memenuhi janji peningkatan produksi.

Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan Barat bahwa sanksi lanjutan terhadap Moskow berisiko memicu kenaikan harga energi "bencana" bagi konsumen di seluruh dunia.

Baca juga: Emas menguat 2,6 dolar, data pekerjaan positif batasi keuntungan
Baca juga: Saham Inggris berakhir menguat, indeks FTSE 100 terkerek 0,10 persen
Baca juga: IHSG akhir pekan ditutup melonjak, seiring redanya kekhawatiran resesi

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022