Pangkalpinang (ANTARA News) - Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Pandayagunaan Aparatur Negara (Menpan), Ir Gunawan Hadisusilo, MM, mengatakan, pejabat harus "jijik" melakukan korupsi, sebagai sikap yang bisa menjauhkan diri dari perbuatan korupsi yang merugikan negara dan menyengsarakan rakyat.
"Tidak hanya sebatas takut dan malu melakukan korupsi, tetapi harus `jijik` sehinggga dorongan untuk berbuat korupsi bisa dijauhi," ujarnya di sela seminar sosialisasi indeks persepsi korupsi Indonesia 2008 di Pangkalpinang, Kamis.
Ia menunjukkan contoh, jijik melihat bangkai dan memakan daging Babi yang haram (bagi umat Islam), dengan sendirinya bisa dijauhi dan ditinggalkan tanpa harus diawasi dan takut pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat kepolisian.
"Selama ini orang hanya sebatas malu dan takut melakukan korupsi. Takut ditangkap polisi dan malu kalau ketahuan, namun jika tidak ketahuan maka korupsi jalan terus, makanya korupsi sulit diberantas. Untuk itu, harus ada rasa `jijik` melakukan korupsi jika ingin memberantasnya," ujarnya.
Namun demikian, kata dia, dalam tiga tahun terakhir kasus korupsi di Indonesia mulai berkurang, kendati belum mampu diberantas tuntas.
Hal itu, kata dia, terlihat dari hasil survey lembaga Tranparency International (TI) Indonesia menunjukkan grafik mengembirakan yaitu pada 2006 percepatan pemberantasan korupsi sebesar 2,4,pada 2007 2,3 dan sedangkan pada 2008 sebesar 2,6.
"Untuk terus menekan angka korupsi ini diperlukan upaya bersama dan harus bersinergi antara pemerintah dan pelaku usaha dan masyarakat," ujarnya.
Menurut dia, angka indeks persepsi korupsi (IPK) dari TI Indonesia tersebut sangat berpengaruh terhadap dunia bisnis atau investasi di daerah ini.
"IPK menjadi pedoman bagi para investor untuk berivestasi di daerah ini. Jika IPK baik maka investor akan tertarik, demikian pula sebaliknya," ujarnya.
Menurut dia, keengganan investor menanamkan modal berdampak terhadap lambannya pertumbuhan ekonomi dan mendorong naiknya grafik pengangguran.
"Untuk itu, target kedepan adalah bagaimana angka IPK ini terus ditekan karena sasarannya adalah pelaku bisnis. Caranya adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif seperti prosedur izin bebas dari pungli, fee dan sebagainya," ujarnya.
Menurut dia, Negara Indonesia berada di posisi 135 untuk kemudahan berbisnis bagi para investor, sedangkan di posisi pertama adalah Singapura.
"Hal itu menunjukkan bahwa perbuatan korupsi seperti suap dan sebagainya masih merajalela di negari ini," ujarnya.
Sadarkan koruptor untuk nyata-nyata kembalikan hasil-hasil korupsinya empat kali lipat!
Untuk mengatasi hal tersebut, harus ditingkatkan pengawasan dan lembaga pemerintahan harus mampu memberikan pelayanan publik dengan baik dan jujur.
"Saya menyambut baik tekad Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam memberantas korupsi di negeri ini dengan melakukan berbagai upaya. Salah satunya menerbitkan Inpres nomor 5 tahun 2004 yang mesti dijalankan sekitar 500 instansi pemerintah pusat dan daerah," ujarnya.
Selain itu, kata dia, untuk menekan angka korupsi,kepala daerah harus berani menandatangani pakta integritas antikorupsi sebagai ikrar yang lahir dari hati nurani.
"Pakta integritas antikorupsi ini berasal dari hati nurani, karena punya niat yang tulus, komitmen dan tekad yang kuat untuk memberantas korupsi," ujarnya.
Ia mengatakan, masyarakat luas juga berhak memantau atau memonitor kinerja lembaga pemerintahan dan melaporkan kepada lembaga berkompoten.
"Pejabat juga harus berani dipantau dan dikritik jika memang punya komitmen dan tekad yang kuat untuk memberantas korupsi," ujarnya.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
Gitu aja kok Repot