Jakarta (ANTARA News) - Forum Silaturahmi dan Perjuangan Umat Islam (FSPUI) Kabupaten Poso meminta kepolisian menangkap 16 nama dalang, perencana dan aktor intelektual peristiwa pembantaian umat Islam di Kabupaten Poso pada medio Mei-Juni 2000. "Enam belas nama tersebut masih tak tersentuh hukum padahal Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu yang telah divonis pengadilan telah menyebut nama itu dan menantang kepolisian untuk menangkapnya," kata Ketua Umum FSPUI Kabupaten Poso Muh Adnan Arsal di Jakarta, Senin. Ke-16 orang yang paling bertanggung jawab dalam pembantaian kaum muslim Poso itu, yakni T, La, Li, ER, TM, SG, HB, YS, GS, AT, SHX, EB, YP, OT, RS dan VA, ujarnya. Namun sayangnya, lanjut dia, pihak kepolisian terkesan enggan mengusutnya sehingga pembantaian umat muslim tersebut hingga kini tak terungkap. Pihaknya juga mempertanyakan 727 pucuk senjata organik yang digunakan pasukan merah pada peristiwa pembantaian, pengusiran, pemerkosaan massal dan pembakaran desa-desa muslim medio Mei-Juni 2000 tak satupun disita kepolisian. "Kepolisian dari datasemen 88 sebaliknya, sangat agresif kalau sudah mencurigai umat muslim Poso, mereka main tangkap dan main siksa dengan menuduh umat Muslim Poso sebagai teroris," katanya. Karena itu pihaknya meminta kepolisian menghentikan segala bentuk teror terhadap warga muslim Poso seperti mengintai, mencurigai warga muslim sehingga menimbulkan ketakutan termasuk dalam menjalankan ibadah. Sementara itu, pengacara Tim Pembela Muslim Ahmad Michdan, mengatakan, hingga saat ini sudah ada 130 kasus penangkapan teroris yang ditangkap karena mempunyai reputasi pernah menjadi mujahid di daerah-daerah konflik seperti di Ambon atau Poso. "Mereka yang pernah menjadi mujahid ditangkap dan interogasi dengan dicari-cari kedekatannya dengan Noordin M Top, disuruh mengaku Jemaah Islamiyah dengan cara-cara penyiksaan yang mengerikan. Jadi bukan karena kasus terorisme itu sendiri," katanya. Padahal, lanjutnya, konflik dan pembantaian Poso dan Ambon tidak dimulai oleh umat Islam. Para mujahid datang karena ingin membela saudaranya yang teraniaya. "Sangat tragis mereka yang dulu bermaksud membela warga teraniaya, sekarang malah akan dijerat UU Anti Terorisme. Sementara pembantaian muslim yang menjadi persoalan serius dan dendam berkepanjangan tak diungkap," katanya. (*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006