Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan terus mengevaluasi program penanggulangan penyakit demam berdarah dengue (DBD) guna memastikan keefektifan pelaksanaannya.

Baca juga: Benarkah jus jambu ampuh naikkan trombosit saat DBD?

"Kita ada program lintas lembaga namanya pokjanal atau kelompok kerja operasional. Kita akan evaluasi program-program kemudian melihat seberapa efektif program bisa terlaksana," kata Dante saat bertemu media di Jakarta, Selasa.

Dia menambahkan, evaluasi program tersebut akan dilakukan Kemenkes bersama dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya.

Indikator bahwa program penanggulangan DBD telah berjalan efektif, kata Dante, di antaranya jika angka penularan, perawatan, dan kematian akibat DBD terus menurun dari waktu ke waktu.

Baca juga: Ini cara kenali perbedaan DBD, tifus dan malaria

Adapun program penanggulangan DBD yang dijalankan, salah satunya Jumantik atau Juru Pemantau Jentik yang dilaksanakan di setiap RW. Program tersebut bertujuan agar masyarakat aktif memantau lingkungannya dan mencegah timbulnya tempat-tempat yang berpotensi jadi sarang jentik nyamuk.

"Jumantik ini adalah untuk memantau lingkungannya apakah ada potensi jentik yang bisa berkembang akibat genangan air dan itu harus diselesaikan di masyarakat secara mandiri," ujar Dante.

Terbaru, Kemenkes berkolaborasi dengan swasta untuk meluncurkan mobil edukasi keliling yang bertujuan memberikan himbauan mengenai penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan pencegahan DBD melalui 3M Plus.

Baca juga: Kemenkes tingkatkan kesadaran cegah DBD lewat mobil edukasi keliling

3M Plus yaitu menguras tempat penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air, memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas, dan mencegah timbulnya tempat perkembangbiakkan nyamuk.

Hingga Juni 2022, Dante mengatakan jumlah kasus penyakit DBD di Indonesia berada di angka sekitar 52 ribu kasus dengan jumlah kematian mencapai 516. Menurut dia, jumlah kasus DBD tersebut didominasi oleh pasien anak-anak.

Pasalnya, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan. Padahal, ruangan yang cenderung tertutup dan gelap dapat menjadi tempat berkeliarannya nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD.

"Jadi anak-anak yang (lebih sering) tinggal di rumah, itu punya potensi lebih rentan untuk tertular demam berdarah," imbuh Dante.


Baca juga: Epidemiolog: Pencegahan DBD butuhkan peran pamong desa

Baca juga: Dokter sebut DBD bisa sebabkan penderita alami gangguan kesadaran

Baca juga: Cuaca tak menentu, masyarakat Jambi diingatkan waspada DBD

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022