Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta agar upaya penyelesaian masalah keuangan di Garuda Indonesia dan Merpati Nusantara memperhatikan kesehatan APBN. "Keputusan mengenai penyelesian masalah Garuda dan Merpati harus memperhatikan berbagai konsekuensi, termasuk implikasi terhadap fiskal," kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin. Menurut Menkeu, APBN merupakan salah satu elemen mendasar dalam pengelolaan perekonomian di Indonesia, sehingga keputusan yang berkaitan dengan APBN dampaknya akan sangat besar bagi makro ekonomi. "Implikasi fiskal apalagi yang sifatnya multi-years harus dilihat, tidak hanya dalam konteks menyelamatkan satu perusahaan, tetapi juga harus memperhatikan juga struktur atau kinerja APBN kita," katanya. Ia meminta agar keputusan yang diambil terhadap masalah Garuda dan Merpati didasarkan kepada prinsip-prinsip fundamental, seperti good corporate governane, akuntable, dan transparan. Sri Mulyani menyebutkan saat ini terdapat lebih dari 150 BUMN. Jika kinerjanya baik tentu tidak ada masalah, tetapi jika buruk maka cepat atau lambat mereka akan jadi persoalan pemerintah. "Karena itu kita harus hati-hati mengambil keputusan, keputusan terhadap Garuda dan Merpati hari ini akan menjadi preseden bagi penanganan BUMN-BUMN lain," katanya. Kinerja memburuk Kinerja keuangan Garuda dalam dua tahun terakhir memburuk sebagai akibat dari tingginya harga bahan bakar, dampak bom Bali, meningkatnya persaingan domestik maupun internasional, dan tingginya biaya sewa pesawat yang berasal dari kontrak masa lalu. Menneg BUMN Sugiharto dalam Raker Komisi XI DPR hari ini menyebutkan Garuda memerlukan bantuan dana sebesar 105 juta dolar AS yang terdiri dari 56 juta dolar AS untuk minimum modal kerja dan 49 juta dolar AS untuk restrukturisasi usaha dan hutang usaha. Diharapkan dana itu dapat masuk ke Garuda paling lambat akhir Maret ini. Sementara untuk perbaikan struktur permodalan dan restrukturisasi, Menneg BUMN mengajukan dua alternatif yaitu pertama bantuan langsung berupa dana sebesar 250 juta dolar AS dalam bentuk PMP. Dan alternatif kedua, membentuk special purpose vehicle (SPV) untuk mengambil alih utang Garuda sebesar 644 juta dolar AS. Sementara Merpati memerlukan suntikan dana segar sebesar Rp450 miliar dalam waktu segera paling lambat akhir Maret 2006. Setelah melalui beragam analisa dan kajian, hanya dua pilihan sumber pendanaan yang memungkinkan untuk memperoleh dana sebesar Rp450 miliar, yaitu melalui APBN atau melalui bridging finance dengan undertaking letter dari Menneg BUMN sebagai pemegang saham dan atau dari Menkeu. (*)

Copyright © ANTARA 2006