Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) memvonis mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) Timor Timur, Eurico Guterres, sepuluh tahun penjara. Pada rapat musyawarah yang diucapkan di Gedung MA, Jakarta, Senin, Majelis Hakim yang terdiri atas Parman Soeparman dan beranggotakan Dirwoto, Sumaryo Suryokusumo, Sakir Adiwinata dan Masyhur Effendi itu menyatakan, terdakwa Eurico Guterres terbukti melakukan tindak pidana pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan. Majelis hakim menghukum Eurico sesuai dengan keputusan Pengadilan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tertanggal 27 November 2002, yaitu sepuluh tahun penjara. Dalam putusan tersebut terdapat satu pendapat berbeda atau Dissenting Opinion (DO) dari hakim Masyhur Effendi yang berpendapat, Eurico harus dibebaskan dan diberi rehabilitasi. Masyhur mengutip kesaksian Manuel Viegas Carascalao dan Juanico Dasiva yang menyatakan bahwa para penyerang tidak saja terdiri atas penduduk sipil, tetapi juga ada militer dan polisi. "Alasan DO, pertama bahwa yang berada di rumah Carascalao bukan hanya Guterres, tetapi ada pihak militer dan polisi. Ada juga saksi yang mengatakan bahwa kata-kata Guterres dalam pidato tidak sepanas seperti yang termuat dalam surat dakwaan," kata Masyhur ketika ditemui seusai sidang. Ia menambahkan, pendapat berbeda tersebut adalah sesuai dengan hati nuraninya bahwa putusan hukuman itu dirasakan adil atau tidak adil tergantung pada kewajiban atau beban yang dibagi antara pihak-pihak terkait, sehingga kalau ada beberapa orang melakukan pelanggaran bersama, kemudian sebagian dihukum dan sebagiannya dibebaskan, maka keadilan hukum tidak diterima. Dengan mengabulkan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan membatalkan putusan PT HAM Ad Hoc tertanggal 29 Juli 2004, maka MA mengadili sendiri perkara itu dengan mengambilalih alasan dan pertimbangan putusan Pengadilan HAM Ad Hoc pada PN Jakarta Pusat tertanggal 27 November 2002 yang dinilai sudah tepat dan benar. Empat anggota Majelis Hakim, yaitu hakim ketua Parman Soeparman, Dirwoto, Sumaryo Suryokusumo dan Sakir Adiwinata berpendapat Pengadilan Tinggi (PT) HAM Ad Hoc salah menerapkan hukum, karena melampaui kewenangannya dengan menjatuhi pidana lebih ringan atau di bawah ancaman pidana yang paling singkat sebagaimana ditentukan dalam pasal 42 ayat 2 huruf a dan b jo pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf a dan pasal 37 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Menurut keempat anggota Majelis Hakim itu, pemidanaan yang lamanya di bawah ancaman hukuman yang paling singkat akan menimbulkan preseden buruk dalam pelaksanaan beberapa peraturan perundang-undangan yang juga menganut determinate system yang mengakibatkan tidak akan tercapainya tujuan pemidanaan yang harus bersifat bermanfaat, memenuhi rasa keadilan, dan kepastian hukum. Eurico dijerat dengan pasal 42 ayat 2 huruf a dan b jo pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf a dan pasal 37 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dalam dakwaan pertama. Dalam dakwaan kedua, ia dijerat pasal 42 ayat 2 huruf a dan b jo pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf h dan pasal 40 UU Nomor 26 Tahun 2000. Pasal itu pada intinya menyatakan bahwa terdakwa bersalah, karena membiarkan terjadinya perbuatan kejahatan melawan kemanusiaan yang dilakukan oleh anak buahnya dalam konteks komando sipil pada penyerangan terhadap pengungsi di rumah Manuel Viegas Carascalao di Liquisa, Timor Timur, pada 17 April 1999 yang menewaskan 12 orang pengungsi. Eurico dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara di pengadilan tingkat pertama, sedangkan di tingkat PT dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Dari 18 orang yang dituntut sebagai pelaku pelanggaran berat HAM di Timor Timur, di antaranya terdapat 16 anggota aparat militer dan aparat kepolisian Indonesia, yang dihukum sampai tingkat kasasi adalah Eurico dan mantan Gubernur Timtim Abilio Soares. Namun, Soares yang divonis sepuluh tahun dan enam bulan penjara di tingkat pertama pun akhirnya dibebaskan saat Peninjauan Kembalinya (PK) dikabulkan oleh MA. Tersangka lainnya yang dibebaskan di tingkat kasasi, antara lain Kapolres Dili saat jajak pendapat 1999, Hulman Gultom, yang dijatuhi hukuman tiga tahun penjara di pengadilan tingkat pertama. Mantan Komandan Distrik Militer 1627 Timor Timur, Letnan Kolonel Inf Sudjarwo, juga divonis bebas oleh MA di tingkat kasasi setelah divonis lima tahun penjara di tingkat pertama. Sedangkan, Adam R Damiri, Pangdam IX Udayana divonis bebas sejak di tingkat pertama. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006