Jakarta (ANTARA News) - World Wildlife Fund (WWF) Indonesia meminta Dinas Kehutanan Propinsi Riau agar tidak menangkap dan memindahkan gajah-gajah liar dari Desa Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, ke Taman Nasional Tesso Nilo. Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, WWF Indonesia menilai bahwa alternatif penggiringan gajah liar ke lokasi terdekat di blok hutan Libo yang merupakan habitat asalnya - masih bisa dilakukan dengan dukungan kerjasama dari berbagai pihak terkait. Menurut Nazir Foead, Direktur Program Species WWF Indonesia, gajah-gajah liar itu seharusnya digiring kembali ke tempat asalnya. "WWF merasa khawatir terhadap penangkapan dan pemindahan gajah liar ini, karena sejarah menunjukkan bahwa sedikitnya 85 persen gajah liar yang ditangkap dan dipindahkan sejak tahun 2000 berakhir mati mengenaskan. Seandainya pun mampu bertahan hidup, gajah-gajah yang dilepaskan, akan kembali masuk ke perkampungan terdekat," kata Nazir. Insiden kematian gajah tersebut terjadi baik dalam proses penangkapan, pembiusan, transportasi ke daerah tujuan, maupun akibat perlakuan buruk di pusat pelatihan gajah atau kondisi lemah gajah ketika dilepaskan kembali ke alam. Kasus yang terjadi pada Desember 2005 lalu, ketika delapan ekor gajah secara diam-diam ditangkap dari daerah lain dan dilepaskan ke Taman Nasional Tesso Nilo, adalah sebuah contoh nyata. Terbukti, hanya empat pekan kemudian, gajah-gajah liar tersebut malah menyerang pemukiman terdekat, Desa Lubuk Kembang Bunga. Ketua Forum Masyarakat Tesso Nilo, Radaimon, juga menolak jika gajah yang bermasalah di tempat lain dipindahkan ke Taman Nasional Tesso Nilo, karena dalam waktu dekat desa mereka yang akan diserang. Pihaknya sudah bekerja keras untuk menghentikan konflik gajah di desa kami dengan bantuan tim patroli gajah "Flying Squad", dan usaha tersebut kini sudah membuahkan hasil, kata Radaimon. Menurut Nazir, penangkapan gajah adalah pilihan terakhir, dan hanya dilakukan setelah melalui kajian mendalam dan mendapatkan persetujuan Dirjen PHKA. Ia mengatakan, kalau pun terpaksa dilakukan penangkapan, WWF menuntut adanya tim pemantau independen yang terdiri dari berbagai elemen, seperti dokter hewan, pakar gajah dari dalam maupun luar negeri, serta media. Pemindahan gajah-gajah tangkapan ke Tesso Nilo hanya dapat dilakukan jika usulan perluasan taman nasional menjadi 100.000 hektar - termasuk upaya penyelesaian masalah perambahan, pembalakan liar, dan konversi hutan di lokasi usulan perluasan - telah dilakukan. Sejak tahun 1992, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) telah mengusulkan penetapan Tesso Nilo menjadi Kawasan Konservasi Gajah. Hingga kini hanya sebagian kecil (38.000 hektar) yang telah ditetapkan. WWF menyerukan kepada pemerintah agar perluasan Taman Nasional Tesso Nilo menjadi 100.000 hektar segera direalisasikan, katanya. Protokol Mitigasi Konflik Gajah yang dikembangkan oleh WWF-Indonesia dengan Ditjen PHKA sejak tahun 2004 antara lain mengatur strategi penanganan insiden-insiden yang mencelakai gajah, dan jika segera diimplementasikan akan membantu dalam penyelesaian kasus-kasus konflik,gajah yang terjadi beberapa pekan terakhir, kata Nazir. Protokol ini juga mengatur bagaimana masyarakat dapat terlibat dalam upaya mengurangi konflik gajah tanpa melukai satwa dilindungi tersebut. Sejak tahun 2004, WWF telah bekerjasama dengan masyarakat di sekitar hutan Tesso Nilo untuk melakukan upaya pengurangan konflik gajah yaitu dengan pengoperasian tim penanganan gangguan gajah secara cepat (flying squad), katanya. Selama 23 tahun terakhir tutupan hutan Riau telah berkurang hingga 57 persen dari 6,4 juta hektar menjadi 2,7 juta hektar - sebagian besar akibat aktifitas konversi illegal. Sementara dalam tujuh tahun terakhir populasi gajah berkurang hingga 50 persen dari sekitar 700 ekor pada tahun 1999 menjadi sekitar 350-an ekor saat ini. Gajah-gajah liar yang masuk ke Desa Balai Raja, saat ini hanya 25 km saja jauhnya dari habitat asalnya di blok hutan Libo. Saat ini Libo juga mengalami ancaman akibat pembalakan liar dan konversi hutan, katanya (*)

Copyright © ANTARA 2006