Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus tepati janji tidak menaikkan tarif dasar listrik (TDL), karena apabila TDL dinaikkan, beban rakyat dan pengusaha akan semakin berat, setelah sebelumnya ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kata Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) DPR, Tjahjo Kumolo, Senin. Ketika dihubungi ANTARA Biro Yogyakarta, ia mengingatkan Menteri Keuangan hendaknya konsisten dengan pernyataannya beberapa waktu lalu bahwa pemerintah tidak akan gegabah menaikkan TDL, dan akan mempertimbangkan masukan dari DPR serta aspek lain, terkait dengan rencana kenaikan TDL. Kata dia, beberapa waktu lalu Menkeu pernah menyatakan pemerintah tidak gegabah menaikkan TDL, mengingat pertimbangan aspek beban masyarakat yang meningkat, beban industri dan bisnis akan mempengaruhi daya saing, besaran subsidi yang disiapkan untuk PLN, serta kemampuan keuangan PLN itu sendiri. Di samping itu, pemerintah sendiri juga sudah berjanji tidak akan mengumumkan kenaikan TDL sebelum mengkaji secara mendalam terhadap rencana kenaikan TDL, dan pemerintah tidak bakal menaikkan TDL sebelum biaya pokok penyediaan listrik diaudit BPK. "Pemerintah juga akan membicarakan terlebih dulu skenario kenaikan TDL dengan DPR," sambungnya. Menurut dia, efisiensi di tubuh PLN masih diragukan. Karena itu, PLN terlebih dulu harus menyusun atau membuat harga dasar listrik yang rasional. "Selain itu, masih ada sumber dana lain yang belum ditangani secara serius," ujarnya. Belajar dari pengalaman ketika menaikkan harga BBM, ternyata pemerintah tidak siap dan waspada terhadap berbagai dampak yang timbul akibat kenaikan tersebut. Ia menyebutkan dampak yang timbul akibat kenaikan harga BBM, di antaranya adalah inflasi yang terjadi pada November 2005. Karena itu, Fraksi PDIP DPR tetap menolak adanya rencana kenaikan TDL, karena kenaikan apapun sangat memberatkan rakyat. Seharusnya pemerintah memiliki alternatif dengan kebijakan lain untuk memberikan subsidi kepada PLN. "Jangan sedikit-sedikit dibebankan kepada rakyat," tandasnya. (*)
Copyright © ANTARA 2006