Kapasitas kami sehari satu ton
Jakarta (ANTARA) - Masalah sampah masih menjadi persoalan bersama yang tidak akan lepas dari kehidupan manusia. Setiap rumah tangga akan menghasilkan sampah setiap harinya, baik sampah organik maupun anorganik.
Kesadaran memilah sampah organik dan anorganik yang belum dipahami masyarakat tentu meninggalkan permasalahan tersendiri. Menurut Juru Kampanye Urban WALHI Abdul Ghofar, serangga jenis larva atau "maggot" dapat membantu mengurangi timbunan sampah organik cukup efektif, sebab setiap satu kilogram maggot dapat mengurai dua sampai tiga kilogram sampah organik.
Maggot atau larva yang berasal dari serangga lalat hitam black soldier fly (BSF) yang dilabeli sebagai hewan kotor dan menjijikkan dimanfaatkan Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Pusat-Satpel Cempaka Putih melalui Rumah Maggot untuk mengurai sampah organik yang dihasilkan dari tiga kelurahan, yakni Cempaka Putih Barat, Cempaka Putih Timur dan Rawasari.
Baca juga: Maggot, solusi sampah organik Ibu Kota
Proses sampah organik
Setiap paginya, tim pemburu sampah organik yang tersebar di setiap RW bertugas menjemput sampah dari rumah warga (door to door). Sebelumnya, warga telah mendapat edukasi untuk memilah sampah organik dan organik melalui seorang pendamping di RW masing-masing.
Ditemui di Rumah Maggot, Jumat, Koordinator Maggot Supriyatin menjelaskan setelah sampah organik berupa sayur, buah, sisa makanan rumah tangga tiba di Rumah Maggot, maka proses selanjutnya adalah mencacah atau menggilingnya dalam bentuk yang lebih kecil. Hal ini dilakukan agar maggot mudah mengonsumsi.
Selanjutnya mengurangi kadar air dalam sayur/buah yang telah digiling dengan mencampur sampah remahan roti yang didapatkan dari toko roti menggunakan mesin mixer. Dengan mencampur kedua bahan ini, kadar air akan berkurang sekitar 60-70 persen.
Pengurangan kadar air perlu dilakukan karena maggot tidak menyukai sampah yang mengandung kadar air tinggi.
Selain sampah atau remahan roti, sampah parutan kelapa dan ampas tahu juga dapat digunakan untuk mengurangi kadar air dalam makanan maggot.
Maggot nikmati sampah organik
Rumah Magggot memiliki lima sistem, dalam satu sistem terdiri dari 200 crate. Dalam satu crate disediakan sampah organik sebanyak lima kilogram untuk 30 gram benih maggot yang berusia tujuh hari.
Maggot lantas diberikan makanan lima kilogram pada hari pertama, kelima dan hari kesembilan masing-masing lima kilogram. Sehingga selama 21 hari, dalam satu crate ini maggot menghabiskan total 15 kilogram sampah organik.
“Kapasitas kami (memproses sampah organik) sehari satu ton,” tutur Supriyatin
Ia juga menambahkan hal ini tentu membantu meringankan kerja Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat.
Seperti manusia, maggot juga meninggalkan residu atau sisa-sisa makanan berupa serat-serat yang tidak dapat dicerna. Sisa-sisa makanan maggot ini tidak dibuang begitu saja, namun dijadikan kompos.
Namun bukan sembarang residu, karena residu ini adalah sisa maggot, maka proses pengomposan akan lebih cepat, dalam sebulan kompos sudah bisa dipanen dan dimanfaatkan. Kemudian kompos pun dikemas dalam kemasan 5 kilogram.
Kompos-kompos hasil Rumah Maggot tak serta merta ditimbun begitu saja, petugas akan membagikan kepada warga yang telah berkontribusi mengirimkan sampah organik.
Baca juga: Warga Kuningan Barat rintis budidaya maggot
Pembibitan dan siklus
Memasuki ruang pembibitan, nampak sejumlah crate disusun serta kabinet kecil berwarna hitam dengan kelambu menggantung membentuk ruang/kandang tertutup di atasnya.
Dalam siklus hidupnya, maggot dapat berganti kulit dua kali selama 30 hari. Kulit-kulit maggot yang mengelupas dan ditandai dengan warna kulit yang menghitam, mengindikasikan maggot telah menjadi pupa dan siap bertransformasi menjadi serangga black soldier fly (BSF).
Crate-crate yang berisikan pupa tidak bergerak, siap dimasukkan ke dalam lemari yang gelap untuk bertransformasi menjadi BSF. Membutuhkan waktu selama tujuh hari hingga satu bulan agar pupa ini menetas.
Setelah bertansformasi, BSF akan terbang ke ruangan di atas kabinet yang ditutupi dengan kelambu melalui cerobong dengan mengikuti cahaya. BSF ini tidak makan selama hidupnya
Lalat hitam ini memiliki siklus hidup yang terhitung singkat, yakni rata-rata tujuh sampai 14 hari.
Peneluran BSF terjadi di atas potongan balok kayu yang telah disediakan di dalam kandang yang tertutup kelambu ini. BSF betina yang telah kawin, dalam dua hingga tiga hari ke depan akan bertelur, sedangkan pejantan akan mati. Menyusul pejantan, sang betina pun akan mati usai bertelur.
BSF dapat menghasilkan telur sebanyak 500-900 telur per blok yang mana akan menetas dalam waktu tiga sampai empat hari.
Bayi-bayi larva pada hari pertama memiliki ukuran kurang dari 1mm, sehingga hampir tidak terlihat. Pada usia 0 hingga 18 atau 21 hari, bayi larva akan menjadi larva dewasa dengan warna hitam kecoklatan, dalam usia inilah larva disukai hewan kecil dan dewasa.
Memasuki usia 18 hingga 21 hari warna larva menjadi hitam, tidak makan dan mulai memanjat dari media mencari tempat kering. Fase ini larva telah memasuki fase prepupa.
Pada fase prepupa, maggot juga dapat diberikan ke hewan ternak seperti ikan lele, ikan koi, patin, ayam dan sebagainya.
Tak hanya itu, maggot yang siap konsumsi (usia 21 hari) juga akan diproses dengan dioven agar tahan lama. Selain itu, maggot juga dapat dikonsumsi oleh manusia.
Seperti Agha (29) yang berkesempatan mencicipi maggot oven, menurutnya rasa maggot oven ini unik.
“Seperti makan kuaci atau kacang-kacangan,” ucapnya.
Baca juga: Pemkot Jaksel budidaya ulat Maggot atasi persoalan sampah
Kelebihan maggot
Maggot yang di pasaran memiliki nilai jual sekitar Rp6-7 ribu per kilogram ini disebut Supriyatin lebih murah dibandingkan dengan pelet pakan lele yang seharga Rp12.500 per kilogram.
Selain itu, kandungan maggot yang kaya protein dapat membuat hewan ternak lebih cepat kenyang. Sehingga hal ini dapat menjadi peluang bagi para pengusaha ternak.
Di sisi lain, Rumah Maggot turut berbagi pakan dengan hewan lain. Sebut saja ayam hias yang sengaja dilepasliarkan, tikus hingga burung gereja pun nampak hilir mudik di sekitar crate-crate berisi maggot-maggot siap konsumsi. Harmoni antara hewan dan manusia nampak terjalin dengan baik di sini.
Partisipasi masyarakat dibutuhkan
Pemanfaatan maggot untuk mengurai sampah memang cukup efektif. Namun dengan sangat besarnya volume sampah organik Jakarta, maka akan butuh ribuan ton maggot.
Abdul Ghofar menambahkan harus ada upaya lain untuk kurangi sampah organik. Misalnya dengan partisipasi warga dalam pemilahan dan pengolahan sampah organik dengan cara lain seperti pengomposan. Pemerintah dapat memberikan dukungan untuk pengolahan sampah organik skala kawasan seperti biodigester. Upaya kolaboratif dengan berbagai cara akan lebih berdampak pada pengurangan, dibanding hanya dengan satu solusi.
“Situasi kita sudah masuk dalam kategori darurat sampah” jelasnya
Lebih lanjut, ia berharap warga bisa berperan dengan minimal mengurangi sampah dari sumber, terutama sampah organik berupa sisa makanan. Pengolahan sampah organik memberikan manfaat untuk lingkungan dan membantu mengatasi besarnya volume sampah harian warga.
Mungkin bagi sebagian orang tak terpikirkan bahwa sampah yang tidak terkelola dengan baik akan menimbulkan berbagai persoalan seperti TPA kelebihan kapasitas, ceceran sampah ke perairan, kontaminasi mikroplastik hingga tingginya kontribusi emisi dari sektor sampah yang menjadi penyebab perubahan iklim.
Dimana ada kemauan ada jalan, semoga dengan permasalahan yang ada serta meningkatnya kesadaran akan pengolahan sampah skala rumah tangga menjadi kunci awal menyelamatkan bumi tempat kita berpijak.
Baca juga: Pemprov DKI dukung pengolahan sampah organik agar Jakarta lebih bersih
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2022