Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Kamis, menjelaskan bahwa kebutuhan rumah masih sangat tinggi, khususnya untuk MBR.
"Terdapat 12,75 juta backlog perumahan dan 61,7 persen keluarga menghuni rumah tidak layak. Selain itu, terdapat 700-800 ribu pertumbuhan keluarga baru per tahunnya yang membutuhkan rumah," katanya.
Selain itu, rasio Kredit Pemilikan Rumah (KPR) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih relatif rendah, yakni hanya sekitar 3 persen, lebih rendah dibandingkan negara tetangga yang sudah di atas 5 persen.
"Padahal sektor perumahan punya kontribusi tinggi terhadap 174 subsektor industri. Sektor perumahan juga tangguh di masa Covid-19, masih tumbuh positif," imbuhnya.
Haru menuturkan, pertumbuhan kelas menengah dan tren urbanisasi juga jadi faktor pendukung untuk bisa mendorong sektor perumahan. Tercatat ada 60 juta jiwa proyeksi tambahan kelas menengah baru di 2030 dan 66 persen penduduk diproyeksi akan menghuni perkotaan di tahun 2035.
Di sisi lain, pemerintah juga punya perhatian besar untuk mengembangkan sektor tersebut, di mana RPJMN 2020-2024 di bidang perumahan, terutama di segmen MBR menargetkan rasio KPR terhadap PDB bisa naik jadi 4 persen di 2024; sebanyak 70 persen keluarga menghuni rumah layak; dan subsidi perumahan sebanyak 1,5 juta unit di sepanjang 2020-2024.
Dari sisi internal, di antara permodalan 10 bank dengan aset terbesar, BTN memiliki rasio kecukupan modal atau capital adequate ratio (CAR) 19,1 persen, paling rendah di antara bank lain yang di atas 20 persen.
Dengan struktur permodalan BTN saat ini, akumulasi biaya bunga modal pelengkap selama 2017-2021 sebesar Rp2,1 triliun begitu pula modal teramortisasi mencapai Rp1,8 triliun per tahun.
"Memperhatikan potensi dan kondisi permodalan, BTN mengusulkan penambahan modal melalui PMN dan rights issue," katanya.
Haru menjelaskan, dari usulan penambahan modal sebesar Rp5 triliun, pemerintah menyepakati akan mengucurkan Rp4,9 triliun kepada bank perumahan itu. Partisipasi pemerintah mencapai 60 persen saham baru senilai Rp2,98 triliun sementara sisa Rp1,98 triliun jadi porsi partisipasi publik.
"Usulan yang kami sampaikan adalah Rp5 triliun. Partisipasi pemerintah sesuai porsi pemerintah 60 persen. Dari beberapa diskusi yang dilakukan, porsi pemerintah kurang lebih Rp2,98 triliun. Total right issue nanti di Rp4,9 triliun," ungkapnya.
Haru menjelaskan tujuan penambahan modal yakni untuk memperkuat struktur permodalan, sehingga pembiayaan untuk MBR bisa meningkat sesuai target RPJMN, serta untuk pertumbuhan bisnis di masa depan.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022