Jakarta (ANTARA) - Kepala Subdirektorat Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Kemendagri Yuniar Dyah Prananingrum menyebutkan Mochamad Ardian Noervianto, terdakwa kasus suap Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), memperlihatkan sikap aneh saat ditanya tentang dana PEN Muna.
Yuniar dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis, mengatakan Ardian, mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, bersikap aneh ketika ia menanyakan pencairan dana PEN Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, yang tertunda, padahal dokumen pengajuan dan persyaratan pengajuan PEN sudah lengkap.
Yuniar mengungkapkan bahwa dana PEN Muna tersebut tertunda karena dokumen masih belum ditandatangani Ardian dengan alasan masih terdapat kekurangan.
Yuniar mengaku tidak tahu alasan Ardian menyimpulkan adanya kekurangan, padahal dia melihat syarat pengajuan dana PEN Muna sudah lengkap. Yuniar kemudian menanyakan perihal alasan kekurangan itu ke Ardian, tetapi justru disambut dengan jawaban keras dari Ardian.
Baca juga: KPK limpahkan berkas perkara eks Dirjen Kemendagri M. Ardian
Baca juga: Saksi: Stafsus Mendagri minta perubahan konsep surat PEN Kolaka Timur
Dia melihat sikap aneh Ardian ketika terdakwa melipat dokumen kemudian mengatakan dokumen itu seakan-akan amplop tebal. Sikap aneh itu dikonfirmasi Yuniar kepada Okta, ajudan Ardian.
"Saya berinisiatif nanya ke Okta karena beliau (Ardian) nggak jawab ke saya," kata Yuniar.
Hakim pun menanyakan apakah saat Ardian melipat dokumen disampaikan ada amplop setebal itu.
"Ada. Saya sampaikan (ke Okta) bahwa pak dirjen melipat ini, saya contohkan ke Okta saya ambil dokumennya dilipat segini, terus kata Okta 'jangan dilipat lagi ibu, kurang lebih seperti ini tebalnya gitu'," lanjut Yuniar.
Ketika hakim kembali bertanya yang dimaksud tebal itu dokumen atau uang, Yuniar mengaku tidak tahu yang dimaksud tebal itu. Hingga saat ini dia tidak mengetahui maksud itu.
Menurut Yuniar, setiap daerah yang mengajukan PEN agar disetujui itu harus mendapatkan tanda tangan dari Ardian. Bila tidak, dana itu tidak bisa sampai ke Mendagri dan Kemenkeu sehingga dana tidak cair.
Lebih lanjut, Yuniar juga mengatakan Ardian pernah marah-marah ketika disinggung perihal permohonan PEN Kabupaten Enrekang, yang tidak disetujui Ardian.
"Kalau Kabupaten Bone kami nggak paham, kalau Kabupaten Enrekang beliau pernah menanyakan 'ada yang kenal atau tidak?', saya bilang nggak kenal, beliau juga karena Kemenkeu juga bersurat menanyakan pertimbangan Enrekang. Disampaikan (Ardian) bahwa Kasubdit sebelum saya menerima dolar Singapura, itu yang beliau sampaikan ke saya," ujar Yuniar.
"Gimana kalo terdakwa ditanya paraf itu? Terdakwa marah-marah?" tanya hakim lagi.
"Kalau beliau diingatkan, beliau marah, Pak. Izin," kata Yuniar.
Dia mengaku tidak tahu alasan Ardian marah. Cuma, menurut Yuniar, Ardian menyebut kasubdit sebelum Yuniar pernah menerima uang dolar Singapura sehingga Ardian belum memberikan parafnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan Yuniar Dyah Prananingrum sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap persetujuan dana PEN yang menjerat mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto. Ardian didakwa menerima suap Rp2,405 miliar dari Bupati Kolaka Timur Andi Merya dan adik bupati Muna, La Ode Rusdianto Emba yang berkaitan dengan dana pinjaman PEN Kolaka Timur pada 2021.
Yuniar adalah salah satu dari lima saksi yang dihadirkan oleh JPU, dengan empat lainnya adalah Kasubdit Pembiayaan dan Penataan Daerah pada Kemenkeu Dudi Hermawan, Kepala Subbagian (Kasubag) Tata Usaha Pimpinan bagian Umum Ditjen Bina Keuangan Daerah Rinda Rizkiani, analis kebijakan ahli pertama Mendagri Irman Nurhadil dan Kepala Bapeda Litbang Kolaka Timur Mustakim Darwin.
Dalam sidang ini, Ardian didakwa bersama-sama Laode M Syukur yang merupakan mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna.
Ardian didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pewarta: Hendri Sukma Indrawan
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2022