Foto aerial renovasi Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring (GSJ) yang diperuntukkan untuk venue Piala Dunia U20 2021 di Jakabaring Sport City (JSC), Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (25/12/2020). FIFA memutuskan untuk mengundur pelaksanaan Piala Dunia U-20 yang semula akan diselenggarakan di Indonesia tahun 2021 menjadi tahun 2023. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa. (ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI)

Absurd

Jika Indonesia menolak Israel, maka itu sama dengan meminta mundur menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Dan ini tak mungkin terjadi. Opsi yang absurd.

Bukan saja alasannya tidak prinsipil dari kacamata sportivitas dan olahraga, tapi juga bisa menjadi bumerang yang membahayakan sepak bola Indonesia dan dunia olah raga secara keseluruhan.

Sebagian kalangan membandingkan situasi ini dengan keputusan badan-badan olahraga dunia dalam melarang Rusia dan Belarus mengikuti berbagai turnamen olahraga, termasuk sepak bola.

Tetapi menyamakan situasi Israel dan Rusia itu sama artinya meminta dunia mengungkit-ungkit kasus-kasus 'aneksasi' yang dilakukan negara-negara lainnya.

Itu akan menjadi sangat pelik dan melebar ke mana-mana, selain akan membuat alasan-alasan non olah raga menentukan kompetisi olahraga yang seharusnya tak boleh terjadi.

Dalam konteks larangan kepada Rusia dan Belarus, sebenarnya untuk kompetisi perseorangan, atlet-atlet kedua negara diperkenankan tampil dalam status netral, kecuali Wimbledon yang panitia penyelenggaranya tidak di bawah otoritas badan tenis dunia ATP dan WTA.

ATP dan WTA sendiri memvonis penyelenggara Wimbledon sebagai salah, sehingga memutuskan tak ada poin peringkat untuk mereka yang bertanding dalam Wimbledon tahun ini.

Walaupun demikian, kembali ke konteks Piala Dunia U-20, adalah hak setiap orang mengutarakan pendapat, termasuk menolak Israel bertanding di Indonesia. Perbedaan pendapat harus dihormati.

Dalam kaitan ini, mungkin pada akhirnya harus ada jalan tengah untuk semua ini.

Sebagian kalangan sudah menyinggung jalan tengah itu dengan menempatkan Israel dalam grup di tempat "netral" di Bali yang juga salah satu tempat pertandingan Piala Dunia U-20 2023.

Jika opsi ini dipilih, maka babak-babak penting seperti semifinal dan final semestinya digelar pula di Bali, sebagai antisipasi jika Israel masuk semifinal atau final. Semoga tak harus begini, seperti diharapkan Menpora Zainudin Amali yang ingin semua laga di mana pun berlangsung aman.

Tapi skenario itu masih jauh lebih baik ketimbang menolak wakil sah sebuah konfederasi sepak bola yang jika dilakukan bisa membuat konfederasi itu murka. Malapetaka besar jika konfederasi ini powerful dalam sistem sepak bola global. Bisa-bisa, sanksi dan boikot menjadi pilihan mereka.

Melarang secara sepihak tim lain juga berisiko merusak proyek-proyek olahraga internasional Indonesia lainnya, termasuk upaya menjadi tuan rumah Olimpiade 2036 yang sudah disinggung Menpora.

Ini karena mengecualikan tim lain atas pertimbangan non olahraga bisa membuat kemampuan Indonesia menjadi tuan rumah kompetisi-kompetisi besar olah raga dipertanyakan, termasuk Olimpiade 2036 yang melibatkan semua negara di dunia.

Baca juga: PSSI: Piala Dunia U-20 2023 mulai tepat Harkitnas sampai 11 Juni

Copyright © ANTARA 2022