Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah hendaknya memberikan jaminan harga bahan bakar baik berupa minyak, gas maupun batubara yang murah bagi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Pengamat kelistrikan Okky Setiawan di Jakarta, Minggu, mengatakan harga bahan bakar sesuai mekanisme pasar menyulitkan PLN dalam menyediakan tarif listrik yang murah bagi para pelanggan.
"Harga bahan bakar yang murah bagi PLN akan menekan biaya pokok
produksi, sehingga tarif listriknya ke pelanggan juga menjadi murah," ujarnya.
Harga bahan bakar yang murah juga diterapkan di negara tetangga
seperti Thailand dan Malaysia kepada perusahaan penyedia tenaga listriknya. Pemberian harga bahan bakar murah itu, menurut Okky, menjadi solusi jangka pendek bagi pemerintah dalam menyediakan tarif listrik yang murah, sebelum nantinya mengikuti nilai keekonomiannya.
Sedang pemberian subsidi, lanjutnya, juga hanya cukup menutup defisit PLN dalam jangka pendek saja.
"Di masa yang akan datang tarif listrik harus mencerminkan nilai keekonomiannya, sehingga PLN memiliki cukup dana guna memenuhi kebutuhan listrik nasional yang terus meningkat," ujarnya.
Ia mengemukakan pertumbuhan ekonomi akan maksimal apabila didukung ketersediaan energi listrik yang optimal pula.
Okky juga menambahkan tarif yang mencerminkan nilai keekonomian akan membuat investor swasta maupun lembaga keuangan berminat menanamkan investasinya di sektor kelistrikan.
Jangan terlalu tinggi
Sementara itu, Ketua Harian Forum Komunikasi Putra Putri Pensiunan PLN (FK-4P) Edhi Witoro mengatakan kenaikan TDL memang menjadi kenyataan pahit dan akan memberatkan masyarakat.
Namun, ia memahami kalau pemerintah tidak mempunyai plihan lain demi menjaga kelangsungan hidup PLN sebagai perusahaan, yang akhirnya juga berdampak pada masyarakat.
"Kalau memungkinkan kenaikannya jangan terlalu tinggi," katanya.
Menurut dia, apabila TDL tidak naik, maka kemampuan PLN menyediakan energi listrik kepada pelanggan maupun calon pelanggan menjadi tidak memadai.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Boediono mengisyaratkan akan menaikkan TDL dalam waktu dekat, meski kemungkinan persentasenya cukup kecil.
Hasil audit biaya pokok penyediaan (BPP) listrik yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan kekurangan subsidi listrik 2006 mencapai Rp10,2 triliun.
Angka BPP listrik BPK itu akan digunakan sebagai dasar perhitungan baru dalam menetapkan TDL 2006 antara pemerintah dan DPR.
Mengenai opsi penambahan subsidi listrik, Boediono menyatakan
pemerintah akan mengkajinya dengan melihat kemampuan APBN terlebih dahulu. Namun, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Sutan Bhatoegena mengatakan DPR akan memperjuangkan TDL tidak naik dalam pembahasannya dengan pemerintah yang dijadwalkan pekan depan.
Ia menilai pemerintah masih memiliki cukup dana guna menutup
kekurangan subsidi Rp10,6 triliun. Selain itu, menurut Sutan, PLN bisa menutup kekurangan subsidi dari penerimaan tunggakan listrik yang sekarang ini cukup besar. (*)
Copyright © ANTARA 2006