Ini adalah situasi yang tidak mungkin, pemerintah harus memberi kami solusi

Kolombo (ANTARA) - Para dokter, pekerja medis, dan guru Sri Lanka turun ke jalan pada Rabu menuntut pemerintah mengatasi kekurangan bahan bakar yang parah, di tengah krisis ekonomi terburuk negara Asia Selatan tersebut dalam beberapa dekade.

Demonstrasi di jalanan yang telah berlangsung selama berminggu-minggu, menentang masalah yang berlarut-larut termasuk pemadaman listrik dan kekurangan makanan dan obat-obatan, kian memanas pada bulan lalu saat sembilan orang tewas dan sekitar 300 terluka.

Kejadian tersebut pun berujung pada pengunduran diri Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa, yang merupakan kakak laki-laki dari Presiden Gotabaya Rajapaksa.

Pemerintah, yang hanya memiliki cukup bahan bakar untuk bertahan sekitar satu minggu, pada Selasa membatasi pasokan untuk layanan penting, seperti kereta api, bus, dan sektor kesehatan, selama dua minggu.

Baca juga: Krisis Sri Lanka, WNI harus antre berjam-jam dapatkan BBM, gas

Namun para dokter, perawat, dan staf medis lainnya mengatakan bahwa meskipun mereka dianggap sebagai pekerja penting, mereka tetap harus berjuang untuk mendapatkan bahan bakar untuk pergi ke tempat kerja.

"Ini adalah situasi yang tidak mungkin, pemerintah harus memberi kami solusi,” kata H M Mediwatta, sekretaris salah satu serikat perawat terbesar di Sri Lanka, Serikat Perawat Semua Pulau, kepada wartawan.

Krisis ekonomi paling serius Sri Lanka sejak kemerdekaan pada 1948 terjadi setelah COVID-19 menghancurkan ekonominya yang bergantung pada pariwisata dan memangkas pengiriman uang dari pekerja di luar negeri.

Kenaikan harga minyak, pemotongan pajak populis dan larangan tujuh bulan impor pupuk kimia tahun lalu yang menghancurkan pertanian telah menambah kesengsaraan.

Mediwatta menjelaskan bahwa token khusus yang dimaksudkan untuk memastikan staf medis dapat membeli bahan bakar malah diabaikan di pompa bensin.

"Orang-orang di pompa bensin tidak akan membiarkan kami maju dalam antrean ... Kami tidak bisa tepat waktu untuk masuk di jam kerja kami."

Inspektur kesehatan masyarakat dan petugas layanan kesehatan lainnya juga mogok pada Rabu dan Kamis.

Negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu hampir kehabisan cadangan devisa yang dapat digunakan untuk mengimpor kebutuhan pokok termasuk makanan, obat-obatan, bensin dan solar.

Dengan meningkatnya suasana krisis, banyak orang telah ditahan karena mencoba melarikan diri dari negara tersebut dengan perahu.

Pemerintah juga mencari bantuan ke luar negeri.

Menteri Daya dan Energi Kanchana Wijesekera pada Selasa bertemu Saad Sherida Al-Kaabi, menteri negara Qatar untuk urusan energi dan CEO Qatar Energy dalam upaya untuk mengamankan bahan bakar.

Wijesekera juga mencari jalur kredit dari Dana Qatar untuk Pembangunan.

Menteri Sri Lanka lainnya akan melakukan perjalanan ke Rusia pada akhir pekan untuk mendapatkan kesepakatan energi.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah menjanjikan 20 juta dolar AS ( Rp 296 miliar) untuk Sri Lanka guna memberi makan lebih dari 800.000 anak-anak dan 27.000 perempuan hamil dan ibu menyusui selama 15 bulan ke depan, menurut Presiden Rajapaksa.

Perusahaan investasi Asia Securities mengatakan kekurangan bahan bakar dan kebutuhan pokok lainnya, cadangan yang berkurang, dan ruang fiskal yang rendah akan tetap menjadi perhatian utama untuk sisa tahun ini.

Ekonomi dapat berkontraksi sebesar 7,5 persen menjadi 9,0 persen tahun ke tahun (Y-o-Y), dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya yang berkontraksi sekitar 5,5 persen. Ekonomi tumbuh sebesar 3,3 persen tahun lalu, kata perusahaan tersebut.

“Hal ini dikombinasikan dengan likuiditas dolar AS yang rendah dan kenaikan suku bunga terlihat untuk mengurangi produktivitas ekonomi untuk jangka menengah," katanya.

Sumber: Reuters

Baca juga: Sri Lanka bagikan token jatahi pembelian BBM
Baca juga: Sri Lanka berjuang amankan pasokan bahan bakar

Penerjemah: Aria Cindyara
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022