"Mereka tidak memiliki privasi. Toilet di banyak panti seringkali terbuka. Kadang-kadang mereka dimandikan oleh petugas laki-laki dalam kondisi telanjang dan terantai secara terbuka," kata Yeni dalam webinar bertajuk "Penyiksaan Seksual Tindak Pidana dalam UU TPKS" yang diikuti di Jakarta, Senin.
Bahkan, kata Yeni, beberapa penghuni mengaku tubuhnya dipegang-pegang oleh petugas panti berkali-kali.
Rambut mereka digunduli dan tidur seadanya hanya beralaskan tikar.
Baca juga: Ribuan perempuan disabilitas mental alami diskriminasi di panti sosial
Baca juga: KSP dukung Pokja P5HAM untuk lindungi penyandang disabilitas mental
Pihaknya mencatat jumlah penyandang disabilitas mental yang tinggal di 190 panti sosial di seluruh Indonesia mencapai 13.000 orang yang separuhnya adalah perempuan.
Di panti sosial, para penghuni ditempatkan di fasilitas menyerupai penjara, tertutup dan berteralis besi.
"Bedanya dengan napi, kalau napi tahu kapan akan keluar dari penjara. Kalau orang-orang di panti ini tidak tahu kapan akan keluar. Sepanjang keluarga terus membayar, dia akan terus menerus berada di sini (panti)," katanya.
Bahkan banyak diantara para penghuni panti yang dirantai dan ditempatkan di ruang isolasi yang tidak manusiawi.
Mereka juga bekerja seperti memasak dan bersih-bersih.
Kondisi sanitasi panti pun sangat buruk. Di beberapa panti, penghuni harus beristirahat serta buang air besar dan air kecil di tempat yang sama.*
Baca juga: Anggota DPR sebut akan kawal isu disabilitas mental dalam RUU TPKS
Baca juga: YAPESDI: RUU TPKS harus akui kesaksian penyandang disabilitas mental
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022