Jakarta (ANTARA) - Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) Yeni Rosa Damayanti mengatakan ribuan perempuan dengan disabilitas mental yang berada di panti-panti sosial mengalami diskriminasi.
"Gangguan jiwa, disabilitas mental dijadikan alasan bagi (pengelola panti sosial) memperlakukan mereka seperti itu. Jelas itu bentuk diskriminasi," kata Yeni dalam webinar bertajuk "Penyiksaan Seksual Tindak Pidana dalam UU TPKS" yang diikuti di Jakarta, Senin.
Mereka ditempatkan di fasilitas menyerupai penjara, tertutup dan berteralis besi di panti sosial.
"Bedanya dengan napi, kalau napi tahu kapan akan keluar dari penjara. Kalau orang-orang di panti ini tidak tahu kapan akan keluar. Sepanjang keluarga terus membayar, dia akan terus menerus berada di sini (panti)," katanya.
Baca juga: KSP dukung Pokja P5HAM untuk lindungi penyandang disabilitas mental
Baca juga: Anggota DPR sebut akan kawal isu disabilitas mental dalam RUU TPKS
Bahkan banyak di antara para penghuni panti yang dirantai dan ditempatkan di ruang isolasi yang tidak manusiawi.
Kondisi sanitasi panti sosial pun sangat buruk. Di beberapa panti, penghuni harus istirahat dan buang air di tempat yang sama.
Yang lebih miris, kata Yeni, panti-panti tersebut bukan panti ilegal, melainkan panti sosial milik pemerintah maupun yayasan swasta yang pendirian dan operasional-nya berizin Kemenkumham dan Dinas Sosial.
"Bukan panti-panti yang liar tapi panti-panti yang mendapatkan izin, baik dari Kementerian Hukum dan HAM dan izin operasional yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial setempat," katanya.
Pihaknya mencatat jumlah penyandang disabilitas mental yang tinggal di 190 panti sosial di seluruh Indonesia mencapai 13.000 orang yang separuhnya adalah perempuan.*
Baca juga: YAPESDI: RUU TPKS harus akui kesaksian penyandang disabilitas mental
Baca juga: Sentra ATENSI bantu penyandang disabiltas mental untuk lebih produktif
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022