"Pembuat undang-undang diharapkan memasukkan norma penyiksaan ke dalam RKUHP," kata Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Dorongan tersebut disampaikannya guna menghentikan praktik-praktik penganiayaan yang dilakukan oleh oknum penyelenggara negara, aparatur negara dan pejabat publik.
Baca juga: LPSK yakini praktik penyiksaan baru sebatas fenomena "gunung es"
Pemerintah, kata Nasution, khususnya Presiden Jokowi jika meratifikasi optional protocol to the convention against torture (OPCAT) merupakan legasi yang bagus.
"Kalau ini terjadi, sungguh legasi yang baik," kata dia.
Selain itu, LPSK juga mendorong aparat penegak hukum agar mengintensifkan koordinasi untuk menyamakan perspektif dan paradigma bahwa tindak pidana penyiksaan berbeda dengan kekerasan.
Sosialisasi dan edukasi juga harus terus dilakukan kepada masyarakat agar mereka berani melapor apabila menjadi korban atau sebagai saksi kasus penyiksaan.
"Siapa pun yang berani melapor, laporannya akan diproses secara transparan dan berkeadilan," ujarnya.
Dorongan tersebut disampaikan LPSK karena hingga kini masih banyak dijumpai paradigma aparat penegak hukum yang berusaha mengejar pengakuan tersangka semata sehingga mengedepankan kekerasan.
"Karena miskin metodologi, kadang mengedepankan kekerasan. Padahal, dalam paradigma baru hukum pidana, pengakuan itu bukan segala-galanya," jelas dia.
Tidak hanya itu, Nasution mengatakan juga masih ada aparat penegak hukum yang menganggap bahwa kalau tersangka/terpidana disiksa adalah hal yang wajar karena menganggap mereka orang jahat.
"Ini paradigma keliru. Kalaupun mereka salah, mereka sedang mempertanggungjawabkannya secara hukum," tegas dia.
Baca juga: LPSK terima opini WTP dari BPK RI
Baca juga: LPSK: Aparat hukum wajib beri tahu hak restitusi kepada korban
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022