Kuala Lumpur (ANTARA) - Ratusan orang memenuhi auditorium di salah satu hotel di Kuala Lumpur, Jumat (24/6) malam. Sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai wartawan di berbagai media massa di Malaysia.
Malam itu memang malam mereka, Malam Wartawan Malaysia 2022. Tua dan muda, senior dan yunior, wartawan dan mantan wartawan, berbaur menjadi satu bersama undangan lain dari profesi yang berbeda.
Perbedaan dari Malam Wartawan Malaysia tahun-tahun sebelumnya, Malaysian Press Institute (MPI) selaku tuan rumah acara itu kali ini mengundang Tan Sri Johan Jaaffar, salah satu Tokoh Wartawan Negara sebagai tamu kehormatan.
"Saya diberi tahu bahwa ini adalah pertama kalinya dalam 41 tahun sejarah penyelenggaraan program yang sangat berarti ini, seorang jurnalis mendapat kehormatan seperti itu," kata Johan.
Mantan Ketua Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) yang juga merupakan penulis puisi dan drama itu lalu membahas berbagai hal, mulai dari tantangan dunia media saat ini, arah baru media, hingga soal kebebasan media dan ruang bagi wartawan untuk bekerja tanpa ragu dan takut.
Insan pers, kata dia, menyadari masalah yang dihadapi industri media saat ini. Mereka memahami krisis yang dihadapi perusahaan media untuk tetap bernapas, memikirkan model bisnis yang tepat, termasuk menerima kenyataan bersaing dengan media sosial yang instan, realtime dan tidak terkendali.
Bukan saatnya mengulangi keluhan tentang hal itu, katanya, namun wartawan perlu melihat ke depan dengan lebih percaya diri.
“Bagi saya yang lebih penting adalah diri kita sendiri. Kita harus menemukan kembali diri kita dalam skenario hari ini agar kita tetap relevan. Label tidak penting,” ujar dia.
Insan pers menyadari ekosistem baru yang mendominasi. Namun, selama jurnalis mematuhi prinsip-prinsip etika dan prinsip jurnalistik sejati, masih ada hari esok untuk profesi wartawan dan dunia bisnis yang digerakkan oleh media.
Johan lalu mengajak wartawan untuk membuka kembali catatan tentang skandal Watergate 50 tahun lalu, yang menjadi titik tolak penting dalam dunia jurnalistik. Laporan investigasi oleh dua jurnalis surat kabar The Washington Post itu memiliki dampak yang besar, tidak hanya pada dunia jurnalistik tetapi juga dunia politik.
Watergate, menurut dia, menjadi penting karena peristiwa tersebut menunjukkan peran nyata yang dapat dimainkan oleh media. Media bebas adalah anugerah demokrasi, demokrasi tidak akan subur dan matang tanpa media yang bertanggung jawab.
Wartawan menjadi mata dan hati masyarakat serta berperan sebagai hati nurani suatu negara dan bangsa.
"Terkadang jurnalis sendiri melupakan peran yang bisa mereka mainkan, beban tanggung jawab yang harus mereka pikul, dan harapan masyarakat terhadap mereka. Terkadang mereka juga lupa bahwa mereka bisa melakukan perubahan dalam menentukan arah negara ini. Jadi kita harus memainkan peran yang dituntut oleh profesi kita, tidak lebih dan tidak kurang dari itu," ujar Johan.
Tidak dapat disangkal, katanya, bahwa ada kalanya media juga ikut-ikutan atau “bersahabat” membiarkan perbuatan salah, skandal dan korupsi yang menyebar. Ada kalanya media tidak berani atau memilih untuk tidak mengajukan pertanyaan yang tepat dan menyangkal “bendera merah” yang sebenarnya ada di depan mata.
"Kita gagal menyatakan kegusaran kita apabila kita melihat sesuatu berpotensi menjadi masalah besar atau skandal. Saya percaya skandal seperti 1MDB tidak akan berskala sebesar itu sekiranya kita menanyakan soalan yang betul," kata Johan.
Dalam ekosistem media baru, dengan tuntutan yang luar biasa bagi wartawan untuk benar-benar bebas dan adil, maka wartawan harus memulainya. Jangan sampai melupakan Kode Etik Jurnalistik yang telah disepakati.
Karena itu, ia mengatakan perlu ada Persatuan Wartawan Malaysia yang juga merupakan bagian dari Resolusi Hari Wartawan Nasional (Hawana) 2022. Dirinya juga menganggap penting pemahaman bersama dalam Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia-Indonesia (ISWAMI) dan perlu memperluasnya ke negara-negara regional seperti yang diusulkan Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yakoob.
Penghargaan bagi wartawan
Malam itu juga menjadi momen perayaan bagi insan pers di Malaysia. Beberapa dari mereka berhasil memperoleh Hadiah Kewartawanan Malaysia MPI-Petronas 2021 (HKM 2021). Perusahaan migas Malaysia menyiapkan hadiah tahunan RM300.000 (setara Rp1,01 miliar) untuk HKM.
Ketua Panitia sekaligus Chief Executive Officer Malaysian Press Institute (MPI) Datuk Dr Chamil Wariya mengatakan selama lebih dari empat dekade, ekosistem dan lanskap media dan jurnalisme telah mengalami perubahan yang sangat cepat.
Semua itu didorong oleh lahirnya internet, kecerdasan buatan, robotika, big data analysis, internet of things (IoT), dan virtual reality era Revolusi Industri 4.0.
Adanya peningkatan jumlah kepesertaan HKM 2021 menjadi sebuah kebanggaan, kata Chamil. Jika pada 2020 ada 228 karya jurnalistik yang dikirimkan, pada 2021 ada 350.
Untuk HKM 2021, 10 organisasi berita berstatus portal yang tidak memiliki edisi cetak juga ikut serta. Di antaranya adalah The Vibes, the Malaysian Insight, TVS, Malaysia Post, Malaysiakini, KiniTV, mStar, Macaranga, Astro Awani dan Getaran.
"Saya tidak terkejut bahwa beberapa dari mereka dinobatkan sebagai pemenang emas," kata Chamil.
Wartawan generasi saat ini dituntut untuk siap memberdayakan diri dengan berbagai keterampilan baru, multitasking, dan cepat dalam menyalurkan berita tetapi tetap terikat oleh etika jurnalistik.
Kecepatan penyampaian berita yang sesuai dengan fakta otentik dan akurat dalam menekan penyebaran berita bohong, serta pemanfaatan berbagai teknologi digital dalam mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi dalam siklus 24 jam dan 365 hari dalam setahun, menurut dia, adalah salah satu tantangan utama yang dihadapi jurnalis profesional saat ini.
Baca juga: Organisasi media usul pendirian Dewan Pers Malaysia
Baca juga: Malaysia alami peningkatan kebebasan media
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022