Jakarta (ANTARA) - Kebijakan program reforma agraria yang sedang dijalankan oleh pemerintah pada saat ini mesti betul-betul fokus untuk melakukan distribusi lahan pangan terutama dalam membantu kinerja petani rakyat di berbagai daerah dalam menggarap lahan mereka.
"Pada tahap awal ini perlu ditinjau ulang program reforma agraria yang sudah ada dan dikoreksi karena masih sangat jauh dari target dan tujuan awalnya," kata Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan Said Abdullah di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, salah satu instrumen penting untuk meningkatkan produksi pangan adalah dukungan bagi petani skala kecil, yang antara lain berupa akses terhadap lahan.
Selain akses kepada lahan, lanjutnya, instrumen lainnya yang esensial adalah input pertanian, akses teknologi, serta informasi dan pendampingan yang intensif.
Untuk itu, ia juga mengingatkan bahwa pada saat ini masih ada persoalan lahan pangan yang terbatas di berbagai daerah.
"Soal lahan pangan yang masih terbatas dan dikelola dalam skala kecil oleh petani saya pikir itu juga perlu diperkuat. Janji untuk reforma agraria sejati harus segera diwujudkan walau sudah dimulai dan tersendat," katanya.
Sebelumnya terkait lahan pangan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak masyarakat untuk menanam berbagai jenis tanaman pangan di lahan-lahan terlantar guna memitigasi dampak negatif tekanan rantai pasok komoditas pangan di pasar global.
"Saya hanya ingin titip, sampaikan kepada masyarakat, pada rakyat bahwa yang namanya sekarang ini jangan sampai ada lahan yang terlantar tidak ditanami apa-apa," kata Presiden Jokowi saat membuka Kongres XXXII & MPA XXXI PMKRI di Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (22/6).
Presiden Jokowi mengimbau masyarakat untuk menanam komoditas pangan yang bisa cepat berproduksi, seperti singkong ataupun jagung. Dengan memiliki sumber produksi pangan sendiri, masyarakat akan memiliki ketahanan sumber pangan, sehingga terjaga dari tekanan pasokan komoditas pangan di pasar global.
"Yang gampang-gampang saja, jagung tiga bulan sudah bisa panen, singkong juga tiga bulan sudah panen. Tanami cepat-cepat karena kita tidak tahu situasi, perubahan iklim dan lain-lain," kata Presiden.
Situasi yang tidak menentu tersebut seperti potensi fenomena El Nino, ataupun La Nina yang dapat mengancam produksi dan mengganggu ketersediaan barang pangan baik secara global maupun domestik.
Jika masyarakat dapat memproduksi komoditas pangan sendiri, Presiden mengatakan tak menutup kemungkinan Indonesia akan berlebih stok barang pangan. Dengan begitu, Indonesia dapat memutarbalikkan ancaman krisis pangan menjadi peluang ekspor pangan.
Baca juga: Menteri ATR/BPN siap tindak mafia tanah
Baca juga: Menkop Teten siapkan korporatisasi petani untuk dukung reforma agraria
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022