Jakarta (ANTARA) - BRIN menargetkan 30 kerja sama lisensi dengan industri atau pelaku usaha untuk meningkatkan pemanfaatan dan produktivitas invensi dan inovasi dalam rangka memperkuat transformasi ekonomi yang berdaya saing dan berkelanjutan.
Untuk itu, BRIN melakukan temu bisnis antara inventor BRIN dengan industri yang bergerak pada bidang pertanian dan pangan.
"Forum ini juga diharapkan dapat meningkatkan riset dan inovasi berdasarkan demand pull atau kebutuhan industri," kata Direktur Alih dan Sistem Audit Teknologi BRIN Edi Hilmawan dalam keterangan yang diakses ANTARA di laman resmi BRIN di Jakarta, Jumat.
Edi mengatakan melalui temu bisnis tersebut, pihaknya ingin meningkatkan jumlah invensi pertanian dan pangan yang dimanfaatkan oleh calon mitra industri.
Baca juga: BRIN tingkatkan nilai tambah sumber daya lokal kembangkan baterai
Baca juga: BRIN fasilitasi pengujian produk pertanian dan perikanan
Beberapa inovasi yang ditawarkan BRIN kepada industri antara lain teknologi pembuat mi siap seduh dan formula pangan darurat.
Peneliti di Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan BRIN Dini Ariani menuturkan mi siap seduh bebas gluten dapat dikonsumsi berbagai lapisan masyarakat, sebagai sumber karbohidrat dan serat pangan.
"Mi ini aman dikonsumsi oleh penderita autis, dan menjadi alternatif zat gizi bagi penderita yang mengalami gangguan pencernaan," ujar Dini.
Mi tersebut terbuat dari 100 persen bahan pangan lokal, yaitu mocaf sebagai hasil fermentasi ubi kayu, tepung sagu, tapioka, tepung beras, dan telur, sehingga bebas gluten.
"Produksi mi siap seduh yang dilakukan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) binaan pada tahun 2022 ini, sudah laku terjual hingga 1.700 mangkok (cup), dengan konsumen dari Yogyakarta dan sekitarnya," katanya.
Sementara inovasi formula pangan darurat mengandung imunostimulan, yakni substansi yang menstimulasi sistem imun dengan meningkatkan aktivitas komponen sistem imun untuk melawan infeksi dan penyakit.
Penggunaan pangan darurat ditujukan untuk mengatasi kekurangan imun dan energi pada saat bencana alam atau bencana lain, atau pada saat diperlukan energi tinggi, seperti mendaki gunung, dan latihan militer.
Peneliti di Pusat Riset Agroindustri BRIN Retno Dumilah Estiwidjayanti mengatakan pangan darurat yang dikembangkan berupa makanan siap saji, berkalori tinggi, mengandung imunostimulan, mengandung vitamin mineral, bahan baku lokal, bentuk produk biskuit fungsional.
Pangan darurat merupakan produk pangan olahan yang dirancang khusus untuk dikonsumsi pada situasi yang tidak normal seperti saat bencana alam, yaitu banjir, longsor, gempa bumi, musim kelaparan, dan kebakaran.
Ia menuturkan pengembangan pangan darurat harus memenuhi lima karakteristik, yakni aman, enak, mudah dipindahkan dan didistribusikan, mudah digunakan, dan nutrisi lengkap.
Ada produk pangan darurat yang dirancang untuk kondisi saat air bersih, dan bahan bakar untuk memasak sudah tersedia, dan ada produk pangan yang dirancang untuk menghadapi situasi saat air bersih tidak tersedia dan tidak bisa memasak.*
Baca juga: BRIN: Pajak karbon perlu didukung kebijakan lain kurangi dampak sosial
Baca juga: BRIN usul PLTU di bawah 25 MW tidak kena pajak karbon
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022