Ngada, NTT (ANTARA) - Ratusan bibit bambu yang sudah siap diangkut berjajar di halaman rumah Lourdes Bhaya di Desa Wolowea, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Rabu (22/6).

Bibit-bibit itu merupakan bagian dari 200.000 bibit bambu hasil kerja keras dari Lourdes bersama 24 orang perempuan lain di Desa Wolowea yang dikenal sebagai mama pelopor bambu.

Julukan mama pelopor bambu diberikan pada perempuan-perempuan desa yang terlibat dalam program pembibitan bambu hasil kolaborasi Yayasan Bambu Lestari (YBL) dan Pemerintah Provinsi NTT.

Pada awal sosialisasi program pembibitan bambu yang dilaksanakan mulai tahun 2021, Lourdes mengaku ragu mengikuti program tersebut, yang menjanjikan insentif Rp2.500 per bibit bambu dihasilkan kepada warga.

Namun, Lourdes bersama 24 perempuan yang lain memutuskan untuk tetap mengikuti program pembibitan bambu meski beberapa mama sempat mendapat tentangan dari suami mereka.

"Kesulitan yang kami hadapi, waktu pengambilan bibit yang kami ambil itu lumayan jauh. Kami harus berjalan kaki sekitar dua sampai tiga kilometer mendaki ke kawasan hutan," kata Lourdes.

Lourdes bersama mama-mama pelopor bambu yang lain berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam upaya melakukan pembibitan bambu dan sejak awal program pembibitan sampai sekarang setiap mama pelopor bambu sudah menghasilkan rata-rata 8.000 bibit bambu.

Dari rata-rata 8.000 bibit bambu yang dihasilkan, setiap mama pelopor bambu di Desa Wolowea mendapat dana insentif sekitar Rp15 juta sampai Rp20 juta.

Pendapatan tambahan yang diperoleh dari program pembibitan bambu serta penyuluhan-penyuluhan mengenai pemanfaatan bambu membuat para mama menyadari pentingnya pelestarian bambu.

Mereka kini mengetahui bahwa selain penting untuk upacara adat, bambu bisa mendatangkan manfaat ekonomi sekaligus manfaat ekologis.

Selain menjalankan usaha pembibitan bambu, mama-mama pelopor bambu di Wolowea telah menanam sekitar 30.000 bibit bambu di sepanjang aliran sungai di desa mereka.

"Satu hari kami bisa menanam sampai 10.000 bibit di daerah aliran sungai di desa ini. Selebihnya ada desa-desa lain yang ambil (bibit bambu), macam tadi angkut ke desa-desa lain," tutur Lourdes.

Penggerakan perempuan dalam program pembibitan bambu juga dilakukan di Desa Rateroru, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende.

Di desa yang berada di wilayah tetangga Nagekeo itu, ada 15 mama pelopor yang terlibat dalam upaya pembibitan bambu.

Ketua Kelompok Mama Pelopor Bambu Rateroru Maria Asumpta Sona mengatakan, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), kepala dusun, dan aparat desa di wilayahnya berpartisipasi aktif dalam upaya pembibitan bambu.

Setelah menghasilkan 400.000 bibit bambu pada 2021, kelompok pembibitan bambu di Rateroru berencana membangun kebun kepompong, tempat khusus untuk membesarkan rimpang bambu agar peluang hidupnya lebih besar setelah dipindahkan ke lahan kritis.


Pelestarian Bambu

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Yayasan Bambu Lestari mulai menjalankan program pembibitan bambu di sejumlah desa di beberapa kabupaten sekitar Mei 2021 dalam upaya melestarikan bambu.

Upaya pelestarian dijalankan karena tumbuhan dari subfamili Bambusoideae itu selain telah menjadi bagian dari sejarah, budaya, dan religi juga mendatangkan manfaat ekologi dan ekonomi.

Tanaman bambu bisa membantu pemulihan lahan kritis serta menyimpan air dan menyerap karbon. Bambu juga bisa ditanam di lahan miring untuk meningkatkan kestabilan lahan yang rawan longsor.

Selain itu, bambu dapat dibudidayakan secara berkelanjutan dan dipanen secara reguler tanpa mengurangi fungsinya sebagai tutupan lahan dan pendukung konservasi air.

Batang bambu yang dipanen pun dapat diolah menjadi barang-barang kerajinan yang bisa mendatangkan manfaat ekonomi.

Koordinator Yayasan Bambu Lestari Kabupaten Ende Anita Yuyun mengatakan bahwa lembaganya mendorong kaum perempuan meningkatkan peran dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan ekologi melalui program pembibitan bambu.

"Kita ingin perempuan punya akses lebih, bagaimana mereka mendapatkan penghasilan sendiri untuk kebutuhan mereka dan keluarganya. Rata-rata di sini mama-mama ini menjadi tulang punggung keluarga," tuturnya.

Menurut data Yayasan Bambu Lestari pada 2021 jumlah penerima manfaat langsung program pembibitan bambu sebanyak 786 orang dan lebih dari 91 persen di antaranya perempuan.

Tidak hanya itu, lebih dari 60 persen penerima manfaat dari program pembibitan bambu adalah ibu rumah tangga.

Dalam pelaksanaan program itu, para mama pelopor bambu membuat konsensus dengan suami, anak, dan kerabat untuk bekerja sama dan berbagi tugas karena tempat untuk mencari bibit bambu jauh dari desa dan susah dijangkau.

Namun, menurut Donatus Diwa, suami dari salah satu mama pelopor bambu di Wolowea, keputusan mengenai pembibitan bambu tetap berada di tangan para mama pelopor bambu.

Menurut dia, bapak-bapak kebanyakan hanya melakukan kerja fisik seperti mencari bibit bambu. Para perempuan yang mengatur dan menentukan kebijakan dalam pelaksanaan kegiatan pembibitan.

"Malahan kalau mau dibilang ibu tantangannya berat sekali. Mula itu, bapak-bapak itu tidak yakin, kami tidak percaya ini bisa terjadi, jadi awalnya itu mama-mama itu kerja sendiri," tutur Donatus, yang menyebut diri sebagai bapak bambu.

Ia menambahkan, para suami dan mantu laki-laki semula banyak menyangsikan upaya pembibitan bambu yang dijalankan oleh kaum perempuan.

Opini mereka baru berubah setelah para mama pelopor bambu memperlihatkan kemampuan mereka mencari bibit bambu.

Maria, yang menjalankan usaha pembibitan bambu bersama 14 mama lain di Desa Rateroru, mengemukakan pentingnya kolaborasi dalam pelaksanaan program pembibitan.

"Kami butuh anak muda, yang di desa kami sangat semangat. Saat kami tidak bisa, mereka memainkan cukup peran untuk membantu kami," katanya.

Peran aktif dari anak-anak muda serta pemangku kepentingan terkait di desa penting bagi keberlanjutan upaya pembibitan bambu yang ditujukan untuk melestarikan bambu sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.

Baca juga:
Presiden Jokowi tinjau Kampus Bambu Turetogo di Ngada
Derap mama pelopor bambu Desa Rateroru memulai kisah bambu di Ende

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2022