Washington (ANTARA) - Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell mengatakan pada Rabu (22/6/2022) bahwa bank sentral berusaha menurunkan inflasi tanpa menimbulkan terlalu banyak kerusakan, tetapi kenaikan suku bunga Fed yang agresif dapat mendorong ekonomi AS ke dalam resesi.
"Kami sangat berkomitmen untuk menurunkan inflasi, dan kami bergerak cepat untuk melakukannya," kata Powell kepada anggota parlemen pada sidang yang diadakan oleh Komite Senat untuk Urusan Perbankan, Perumahan, dan Perkotaan.
"Rekan-rekan saya dan saya sangat sadar bahwa inflasi yang tinggi menimbulkan kesulitan yang signifikan, terutama pada mereka yang paling tidak mampu memenuhi biaya kebutuhan pokok yang lebih tinggi seperti makanan, perumahan, dan transportasi," kata ketua Fed, mencatat bahwa bank sentral sangat memperhatikan risiko inflasi yang tinggi.
Selama 12 bulan yang berakhir April, total pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) naik 6,3 persen; tidak termasuk kategori makanan dan energi yang mudah berubah, harga PCE inti naik 4,9 persen. Indeks harga konsumen (IHK) meroket 8,6 persen pada Mei dari tahun sebelumnya.
Baca juga: Emas sedikit melemah setelah kesaksian ketua Fed
Dengan inflasi jauh di atas target jangka panjang Fed sebesar 2,0 persen dan pasar tenaga kerja yang sangat ketat, The Fed menaikkan kisaran target untuk suku bunga dana federal pada masing-masing dari tiga pertemuan terakhir. Pekan lalu, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, menandai kenaikan suku bunga paling tajam sejak 1994.
Senator Demokrat Elizabeth Warren berpendapat bahwa kenaikan suku bunga yang agresif tidak akan banyak membantu meredakan guncangan pasokan yang telah menaikkan harga gas dan makanan, tetapi dapat menyebabkan kenaikan signifikan dalam PHK.
"Anda tahu apa yang lebih buruk dari inflasi tinggi dan pengangguran rendah? Ini inflasi tinggi dan resesi dengan jutaan orang kehilangan pekerjaan," kata Warren ketika menanyai Powell. "Dan saya harap Anda akan mempertimbangkannya kembali saat Anda mendorong ekonomi ini dari jurang."
Namun, Powell mengatakan bahwa "kami pikir sangat penting bahwa kami memulihkan stabilitas harga, benar-benar untuk kepentingan pasar tenaga kerja sebanyak yang lainnya."
Ketika ditanya apakah menaikkan suku bunga terlalu banyak dan terlalu cepat dapat mengarahkan ekonomi ke dalam resesi, ketua Fed mengatakan itu kemungkinan. "Ini sama sekali bukan hasil yang kami inginkan, tapi itu pasti sebuah kemungkinan."
Baca juga: Minyak jatuh, investor khawatir kenaikan suku bunga Fed dorong resesi
"Kami tidak mencoba memprovokasi, dan tidak berpikir bahwa kami perlu memprovokasi resesi," tambahnya.
Terlepas dari optimisme, semakin banyak ekonom dan analis khawatir bahwa sikap The Fed yang lebih hawkish dapat menjerumuskan ekonomi AS ke dalam resesi.
Ekonom yang baru-baru ini disurvei oleh The Wall Street Journal telah secara dramatis meningkatkan kemungkinan resesi, sekarang menempatkannya pada 44 persen dalam 12 bulan ke depan, naik dari 28 persen pada April. Angka terbaru menunjukkan sebuah level yang "biasanya hanya terlihat di ambang atau selama resesi yang sebenarnya."
Menurut perkiraan oleh Bloomberg Economics, penurunan pada awal 2024, "bahkan hampir tidak ada di radar hanya beberapa bulan yang lalu, sekarang mendekati kemungkinan tiga-dalam-empat."
Baca juga: Mencermati dampak kenaikan suku bunga Fed ke Indonesia
Baca juga: Rupiah ditutup jatuh 50 poin, pasar tunggu testimoni Gubernur The Fed
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022