biasanya dimulai dari unggahan konten pribadiMakassar (ANTARA) - Anggota Komisi Nasional (Komnas) Anti Kekerasan pada Perempuan Prof Alimatul Qibtiyah mengemukakan bahwa perundungan di media sosial (medsos) membuat trauma luar biasa yang dampaknya sepuluh kali lipat dari perundungan offline.
"Dampak sosial media terhadap generasi memang sangat besar. Kasus perundungan juga banyak terjadi di sosial media, dan biasanya dimulai dari unggahan konten pribadi yang kemudian dibagikan berkali-kali," ujar Alimatul di Makassar, Selasa.
Anggota Komnas Perempuan itu hadir di Makassar pada talkshow bertema Upaya Penanggulangan dan Pencegahan Kekerasan pada Perempuan dan Anak yang digelar Tim Penggerak PKK Sulsel bekerja sama Komunitas Andalan Mengaji di Makassar.
Baca juga: Akademisi UWM: Orangtua perlu antisipasi perundungan anak di medsos
Baca juga: Akademisi: Masyarakat harus laporkan pelaku kejahatan digital medsos
Profesor Alimatul menyebut bahwa pelecehan seksual, pornografi, dan kekerasan juga biasa dijumpai dalam beragam bentuk mulai dari tulisan, pesan suara, gambar, dan video.
Maka dari itu, kecanduan atau ketergantungan terhadap penggunaan media digital atau gawai, juga harus menjadi perhatian bersama.
"Semua harus turun tangan. Bukan hanya menjadi tugas pemerintah, tapi tugas semua elemen masyarakat," ujarnya.
Baca juga: Budaya berpikir sebelum bertindak di medsos cegah perundungan siber
Profesor Alimatul menyebut bahwa pelecehan seksual, pornografi, dan kekerasan juga biasa dijumpai dalam beragam bentuk mulai dari tulisan, pesan suara, gambar, dan video.
Maka dari itu, kecanduan atau ketergantungan terhadap penggunaan media digital atau gawai, juga harus menjadi perhatian bersama.
"Semua harus turun tangan. Bukan hanya menjadi tugas pemerintah, tapi tugas semua elemen masyarakat," ujarnya.
Baca juga: Budaya berpikir sebelum bertindak di medsos cegah perundungan siber
Baca juga: Maudy kampanyekan stop perundungan kecantikan di medsos
Dalam paparannya, Guru Besar Kajian Gender ini juga menyoroti tingginya angka perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga perkawinan anak.
Ketua TP PKK Sulsel Naoemi Octarina mengatakan tema ini diambil karena banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di masyarakat, termasuk di dunia pendidikan.
"Banyak sekali kasus perundungan dan pelecehan, bahkan di dunia pendidikan. Kita harap, ada masukan upaya apa yang bisa kita lakukan," kata Naoemi.
Baca juga: YouTube akan hapus jumlah "dislike" hindari perundungan siber
Dalam paparannya, Guru Besar Kajian Gender ini juga menyoroti tingginya angka perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga perkawinan anak.
Ketua TP PKK Sulsel Naoemi Octarina mengatakan tema ini diambil karena banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di masyarakat, termasuk di dunia pendidikan.
"Banyak sekali kasus perundungan dan pelecehan, bahkan di dunia pendidikan. Kita harap, ada masukan upaya apa yang bisa kita lakukan," kata Naoemi.
Baca juga: YouTube akan hapus jumlah "dislike" hindari perundungan siber
Baca juga: Lima tips mengurangi risiko perundungan di Twitter
Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022