Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya menilai Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) menunjukkan komitmen politik DPR terhadap perempuan, anak, dan keluarga.

“Kalau Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) komitmen politik DPR terhadap anak, perempuan, dan kaum disabilitas, maka RUU KIA agak lebar sedikit, yaitu perempuan, anak, dan keluarga,” kata Willy saat diskusi Forum Legislasi dengan tema “RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak: Komitmen DPR Wujudkan SDM Unggul”, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan dalam kehidupan masyarakat urban di kota-kota besar banyak kasus terjadi karena tidak ada ruang bagaimana seorang anak dibesarkan dalam sebuah keluarga.

Baca juga: Puan Maharani sebut DPR perjuangkan RUU KIA

Willy mencontohkan seorang ibu yang bekerja berangkat pukul 06.00 WIB saat anak belum bangun, lalu pulang pukul 20.00 WIB ketika anaknya sudah tidur.

“Ini fenomena urban yang sangat banal (biasa sekali), bahkan kita tidak punya tempat penitipan anak, kalaupun ada sangat mahal sekali,” ujarnya.

Willy mengatakan RUU KIA mengatur secara holistik, khususnya terkait perlindungan perempuan hamil dengan aturan cuti enam bulan dan cuti suaminya selama 40 hari.

Baca juga: Menteri PPPA harap RUU KIA akan hasilkan generasi unggul
Baca juga: Komnas Perempuan sambut baik wacana cuti melahirkan enam bulan

Aturan tersebut, menurut dia, agar para orang tua mendampingi anak-anaknya pada masa-masa emas atau "golden age" dalam perkembangan anak usia 0-6 tahun.

"Bagaimana kesadaran itu tumbuh, 'golden age' itu hal yang fundamental dalam tumbuh kembang seorang anak. Karena memori awalnya di sana,sehingga perlu UU untuk mengatur menciptakan sebuah lingkungan yang fundamental untuk tumbuh kembang anak dan keluarga," katanya.

Menurut dia, terkait kemungkinan pihak industri yang memprotes aturan cuti tersebut, maka pihaknya siap untuk berdialog dan menjelaskan secara rinci karena terkait dengan perkembangan generasi penerus bangsa ke depan.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022