Jakarta (ANTARA News) - Mantan Jaksa Agung Muladi mengatakan perpanjangan masa dinas sejumlah hakim agung tidak prosedural, karena yang memilih hakim agung adalah DPR, sedang yang mengangkatnya adalah Presiden selaku Kepala Ngara. "Kalau masa jabatan hakim agung habis, maka harus melalui prosedur dipilih DPR dan diangkat Presiden. Jadi bukan diperpanjang sendiri, itu tidak benar," ujar Muladi, yang sekarang menjadi Gubernur Lemhannas, di Jakarta, Kamis. Mengenai alasan perpanjangan masa kerja hakim agung bahwa mereka telah berprestasi, menurut Muladi, prestasi yang bersangkutan harus luar biasa, dan yang menilai hakim agung berprestasi atau tidak adalah masyarakat, bukan Mahkamah Agung (MA) sendiri. "Kalau Bagir Manan mengangkat dirinya sendiri, maka yang tejadi sama halnya dengan negara dalam negara, sebab yang berhak mengangkat hakim agung dan ketua MA adalah Presiden selaku kepala negara," katanya. Dalam kesempatan tesebut, Muladi menambahkan putusan hakim yang dikeluarkan oleh hakim agung selama masa pengangkatannya tidak prosedural dapat dinyatakan batal demi hukum. "Saya pernah memutus kasus besar, kemudian saya pensiun, maka saya pun sebagai hakim harus diganti," tutur mantan hakim agung itu. Sementara menanggapi desakan kocok ulang hakim agung, Muladi menyatakan hal itu masih dalam perdebatan dan hal itu nanti yang menentukan adalah DPR yang membahas perpu atas perubahan UU 22/2004 tentang Komisi Yudisial (KY). Sebelumnya desakan kocok ulang hakim agung kepada KY semakin menguat, terutama sejak Ketua MA Bagir Manan memperpanjang masa dinas dirinya serta sejumlah hakim agung. Namun dalam rancangan naskah perpu, ternyata KY tidak memasukkan aturan mengenai kocok ulang karena pembenahan di tubuh MA tidak bisa dilakukan secara revolusioner seperti desakan beberapa kalangan. Muladi mengatakan kocok ulang hakim agung ada batasan-batasan dan mekanisme yang dapat diatur dikemudian hari. (*)
Copyright © ANTARA 2006