"Banyaknya pelabuhan rakyat di Batam membuat kami kesulitan menjalankan fungsi pengawasan. Selain keterbatasan personel, peralatan kami juga terbatas," kata dia saat rapat koordinasi dengan Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani dan jajaran pemerintahan kota/kabupaten setempat di Graha Kepri Batam, Senin.
Ia mengatakan sudah mengusulkan agar pelabuhan rakyat dilokalisasi sehingga tidak semua pantai di Batam bisa digunakan untuk pelabuhan.
"Dulu kami pernah membicarakan, apa mungkin dilokalisasi. Mana yang ditujuk jadi pelabuhan rakyat, sehingga tidak tersebar di seluruh pantai Batam," kata dia.
Bila semua daerah di Batam memiliki pelabuhan rakyat, ia khawatir barang-barang yang seharusnya hanya boleh digunakan pada kawasan bebas seperti Batam, keluar ke daerah lain yang tidak berstatus kawasan bebas melalui pelabuhan tersebut karena pengawasan tidak bisa maksimal.
"Seharusnya ada kebijakan dari pemerintah provinsi atau kota tentang pelabuhan tersebut agar barang yang hanya diperuntukkan kawasan bebas tidak keluar dari wilayah," kata dia.
Berdasarkan data terakhir, jumlah pelabuhan tidak resmi di Provinsi Kepulauan Riau diperkirakan lebih 100 tempat dan sekitar 80 di antaranya berada di Kota Batam.
Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani, mengatakan akan mengeluarkan surat keputusan terkait dengan pelabuhan rakyat sehingga barang yanga diperuntukkan bagi kawasan bebeas Batam tidak keluar ke wilayah lain.
"Saya akan buat surat keputusan soal pelabuhan rakyat agar tidak ada barang untuk kawasan bebas Batam keluar wilayah dan juga agar pelabuhan tersebut tidak menjadi tempat penyelundupan barang-barang yang dilarang ke Batam," kata Sani.
Banyaknya pelabuhan tidak resmi di Batam selama ini ditengarai menjadi tempat penyelundupan barang-barang terlarang seperti narkoba.
Pelabuhan rakyat juga sering dijadikan jalur keluar masuk tenaga kerja Indonesia tidak resmi ke Malaysia. (LNO/A013)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012