Jakarta (ANTARA News) - Gerakan Rakyat Penyelamat Blok Cepu (GRPBC) memperkirakan negara akan mengalami kerugian setidaknya Rp51 triliun berupa kehilangan pendapatan selama 10 tahun masa eksplorasi apabila ExxonMobil menjadi operator Blok Cepu.
Anggota GRPBC yang juga anggota Komisi XI DPR, Drajad Wibowo kepada pers di Jakarta, Kamis mengemukakan kerugian itu di antaranya berasal dari pengurangan volume produksi sebesar 10 persen dari hasil yang sesungguhnya.
"Pemerintah dan juga Pertamina akan sulit mengawasi volume produksinya kalau operator Cepu dipegang ExxonMobil. Mereka bisa `tipu-tipu` volume produksi dengan mudah," katanya.
Selain merekayasa produksi, kerugian negara sebesar itu juga berasal dari memanipulasi biaya produksi hingga 10 persen.
Dikatakannya kerugian Rp51 triliun itu hanya berasal kehilangan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Belum termasuk kerugian akibat kehilangan pajak dan deviden
seandainya perusahaan itu mengelola Blok Cepu dan manipulasi `cost recovery`," katanya.
Drajad juga tidak memungkiri kalau Pertamina bisa juga melakukan `tipu-tipu` volume produksi dan biaya operasi Cepu. "Tapi, bangsa ini mempunyai tangan yang jauh lebih kuat mengawasi Pertamina ketimbang ExxonMobil," katanya.
Ia mengungkapkan bangsa Indonesia jangan terkecoh kalau perusahaan asing pasti lebih menerapkan prinsip-prinsip tata kelola manajemen yang lebih baik.
Sebab, menurut dia, sudah banyak kasus rekayasa keuangan yang justru dilakukan perusahaan asing besar, seperti Enron.
Anggota GRPBC lainnya M Fadhil Hasan mendesak direksi baru PT
Pertamina yang dipimpin Ari Sumarno tetap mempertahankan keinginan direksi lama sebagai pengendali utama Blok Cepu.
Menurut pengamat ekonomi Indef itu, pengelolaan Blok Cepu harus
menjadi ujian pertama bagi direksi baru Pertamina.
"Kami memberi kesempatan kepada direksi baru. Tapi, kami akan
melakukan perlawanan jika pengangkatan direksi baru ini menjadi kendaraan guna memuluskan penunjukan ExxonMobil sebagai operator Cepu," katanya.
Drajad mengatakan cukup banyak masalah yang menggantung di pundak Dirut Pertamina Ari Sumarno, seperti kasus Petral dan konflik kepentingan dengan pemasok BBM dan minyak mentah Pertamina.
Sedang Koordinator GRPBC, Marwan Batubara menegaskan secara hukum ExxonMobil tidak berhak atas Blok Cepu.
Karenanya, ia menyayangkan sikap pemerintah yang tetap mengajak
ExxonMobil melakukan negosiasi. "Seharusnya Blok Cepu tidak perlu diperebutkan. ExxonMobil tidak berhak atas Blok Cepu dan pemerintah harus serahkan pengelolaannya ke Pertamina," ujar anggota DPD dari DKI Jakarta itu.
Menurut Drajad, DPR akan mengajukan hak angket apabila ExxonMobil menjadi operator Blok Cepu.
Pada kesempatan itu, GRPBC juga membagi-bagikan kaos yang bertuliskan `Selamatkan Cepu` kepada wartawan yang hadir. (*)
Copyright © ANTARA 2006